puisiyang memuat dua belas puisi ini berbeda dengan kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono sebelumnya. Puisi puisi dalam buku ini lebih panjang atau berfragmen, bisa dikatakan sebuah cerita pendek yang disampaikan dengan . 3 bahasa puitis dan liris. Selain itu, sajak-sajak ini juga kental dengan
Karya yang kan selalu dikenang sepanjang masa. Sapardi Djoko Damono merupakan seorang pujangga yang kerap disapa SDD, sesuai dengan singkatan namanya. Sapardi tutup usia pada usianya yang genap 80 tahun. Pada Minggu 19/07 ia dikabarkan meninggal sekitar pukul WIB di Rumah Sakit Eka BSD. Kepergian sang pujannga yang karya-karya telah menyentuh banyak hati ini, meninggalkan duka yang mendalam bagi banyak sejatinya Sapardi tidak benar-benar pergi. Ia tetap tinggal di hati para penggemarnya melalui puisi-puisi yang sejak puluhan tahun lalu sudah ditulisnya. Seperti puisi berikut yang menjadi beberapa karya terbaiknya. 1. Hujan Bulan Kutty Tak ada yang lebih tabahDari hujan bulan JuniDirahasiakannya rintik rindunyaKepada pohon berbunga itu Tak ada yang lebih bijakDari hujan bulan JuniDihapusnya jejak-jejak kakinyaYang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih arifDari hujan bulan JuniDibiarkannya yang tak terucapkanDiserap akar pohon bunga itu Hujan Bulan Juni merupakan buku kumpulan puisi yang ditulis oleh Sapardi dari tahun 1964-1994. Karya yang juga diadaptasi menjadi film pada tahun 2017 ini, sukses menarik perhatian penonton. Tak heran, kumpulan puisi yang pertama kali terbit pada tahun 1994, semakin dicari-cari oleh para pencinta Hatiku Selembar hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini;ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput;sesaat adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi. Pada puisi ini, Sapardi menggunakan benda tak hidup seperti daun dan sapu sebagai bagian dari keindahan puisi yang ditulisnya. Ia menggambarkan hati seseorang yang seperti selembar daun jatuh di atas rumput. Mengisyaratkan perasaan yang rapuh akan sesuatu menjadikan majas yang digunakannya terdengar indah nan menyedihkan saat dibaca. Baca Juga Tutup Usia, Ini Biografi Singkat Sapardi Djoko Damono yang Melegenda 3. Aku Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada Puisi yang begitu singkat, namun memiliki makna yang dalam dan terdengar sangat romantis. Tentang seseorang yang mencintai pujaan hatinya secara sederhana dan apa Yang Fana Adalah daboul Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi Puisi ini menjadi kritik dari Sapardi, akan banyaknya orang-orang yang menggunakan waktu dengan hal-hal yang kurang bermanfaat. Sebelum terlambat, mari gunakan waktu sebaik-baiknya. 5. Pada Suatu Hari pada suatu hari nanti jasadku tak akan ada lagi tapi dalam bait-bait sajak inikau takkan kurelakan sendiri pada suatu hari nanti suaraku tak terdengar lagi tapi di antara larik-larik sajak ini kau akan tetap kusiasati pada suatu hari nanti impianku pun tak dikenal lagi namun di sela-sela huruf sajak ini kau takkan letih-letihnya kucari Pada Suatu Hari Nanti, di mana hari ini telah terjadi. Memang benar jasadnya tak lagi ada, suaranya tak lagi terdengar, namun karya-karyanya kan selalu ada di jalan, Eyang Sapardi. Baca Juga 5 Puisi Sapardi Djoko Damono buat Kamu yang Patah Hati, Bikin Terenyuh IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
DjokoDamono. Sapardi Djoko Damono dikenal dari puisi-puisi ciptaannya yang sederhana namun penuh makna. Tidak hanya puisi, beliau juga membuat karya-karya lain seperti novel salah satunya yang berjudul "Suti" yang diterbitkan pada tahun 2015. Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 Maret 1940 dan berkebangsaan Indonesia.
- Sapardi Djoko Damono, merupakan salah satu penyair romantis Indonesia. Banyak puisi-puisinya romantisnya mampu menyentuh hati masyarakat. Di usianya yang senja, ia masih tetap produktif melahirkan legendaris Indonesia tersebut, meninggal dunia pada, Minggu 19/7/2020 di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan. Berikut puisi-puisi terbaik Sapardi Djoko Damono Baca juga 5 Buku Terbaik Sapardi Djoko Damono Hujan Bulan Juni Tak ada yang lebih tabahDari hujan bulan juniDirahasiakan rintik rindunyaKepada pohon berbunga itu Tak ada yang lebih bijakDari hujan di bulan JuniDihapuskan jejak-jejak kakinyaYang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih arifDari hujan bulan juniDibiarkan yang tak terucapkanDiserap akan pohon bunga itu Puisi tersebut menceritakan mengenai bagaimana penantian seseorang terhadap orang yang dicintainya. Baca juga Sapardi Djoko Damono dalam Kenangan Mahasiswa dan Asisten Dosen, Guru yang Berwawasan Luas Ia dengan sabar menunggunya tanpa lelah dan tetap tabah yang berujung sebuah balasan manis atas perjuangannya tersebut.
dalamkumpulan DukaMu Abadi karya Sapardi Djoko Damono 5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan: 1) Bagi peneliti Dari hasil penelitian ini, peneliti di samping dapat menemukan rima dan enjambemen puisi-puisi yang terkumpul dalam kumpulan puisi DukaMu Abadi karya Sapardi Djoko Damono, juga peneliti merasakan nilai keindahan
0% found this document useful 0 votes3K views9 pagesDescriptionDokumen ini berisi kumpulan puisi Sapardi Djoko DamonoCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes3K views9 pagesKumpulan Puisi Sapardi Djoko DamonoDescriptionDokumen ini berisi kumpulan puisi Sapardi Djoko DamonoFull descriptionJump to Page You are on page 1of 9 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 8 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Melaluikarya-karyanya, Sapardi Djoko Damono juga banyak mendapat penghargaan-penghargaan besar baik dari dalam maupun luar negeri. Dan salah satu karyanya berupa puisi-puisi luar biasa, bahkan kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono ini tidak mati di lekang oleh waktu. Ada banyak sekali karya-karya besar yang dimiliki beliau.
Kumpulan Puisi Karya Sapardi Djoko Damono [dikutip dari SAJAK KECIL TENTANG CINTA mencintai angin harus menjadi siut mencintai air harus menjadi ricik mencintai gunung harus menjadi terjal mencintai api harus menjadi jilat mencintai cakrawala harus menebas jarak mencintaiMu harus menjadi aku PADA SUATU HARI NANTI pada suatu hari nanti jasadku tak akan ada lagi tapi dalam bait-bait sajak ini kau takkan kurelakan sendiri pada suatu hari nanti suaraku tak terdengar lagi tapi di antara larik-larik sajak ini kau akan tetap kusiasati pada suatu hari nanti impianku pun tak dikenal lagi namun di sela-sela huruf sajak ini kau takkan letih-letihnya kucari NOKTURNO KUBIARKAN CAHAYA BINTANG MEMILIKIMU KUBIARKAN ANGIN YANG PUCAT DAN TAK HABIS-HABISNYA GELISAH TIBA-TIBA MENJELMA ISYARAT, MEREBUTMU ENTAH KAPAN KAU BISA KUTANGKAP… KETIKA JARI-JARI BUNGA TERLUKA Ketika Jari-jari bunga terluka mendadak terasa betapa sengit, cinta kita cahaya bagai kabut, kabut cahaya di langit menyisih awan hari ini di bumi meriap sepi yang purba ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata suatu pagi, di sayap kupu-kupu disayap warna, suara burung di ranting-ranting cuaca bulu-bulu cahaya betapa parah cinta kita mabuk berjalan diantara jerit bunga-bunga rekah… Ketika Jari-jari bunga terbuka mendadak terasa betapa sengit, cinta kita cahaya bagai kabut, kabut cahaya di langit menyisih awan hari ini di bumi meriap sepi yang purba ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata HUTAN KELABU kau pun kekasihku langit di mana berakhir setiap pandangan bermula kepedihan rindu itu temaram kepadaku semata memutih dari seribu warna hujan senandung dalam hutan lalu kelabu menabuh nyanyian HUJAN BULAN JUNI tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu HATIKU SELEMBAR DAUN hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput; nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini; ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput; sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi. Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982. GADIS KECIL Ada gadis kecil diseberangkan gerimis di tangan kanannya bergoyang payung tangan kirinya mengibaskan tangis di pinggir padang,ada pohon dan seekor burung… DALAM DIRIKU dalam diriku mengalir sungai panjang darah namanya… dalam diriku menggenang telaga darah sukma namanya… dalam diriku meriak gelombang sukma hidup namanya… dan karena hidup itu indah aku menangis sepuas-puasnya… DALAM BIS langit di kaca jendela bergoyang terarah ke mana wajah di kaca jendela yang dahulu juga mengecil dalam pesona sebermula adalah kata baru perjalanan dari kota ke kota demikian cepat kita pun terperanjat waktu henti ia tiada… BUAT NING pasti datangkah semua yang ditunggu detik-detik berjajar pada mistar yang panjang barangkali tanpa salam terlebih dahulu januari mengeras di tembok itu juga lalu desember… musim pun masak sebelum menyala cakrawala tiba-tiba kita bergegas pada jemputan itu AKU INGIN Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
ABSTRAKMar'atul Dini Latif Mahmudah. K1215031. ANALISIS KAJIAN STILISTIKA BUKU KUMPULAN PUISI PERIHAL GENDIS KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SERTA RELEVANSINYA DENGAN BAHAN AJAR MENULIS PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2019.
MANUSKRIP PUISIHUJANBULANJUNI Sapardi Djoko DamonoHujan Bulan Juni oleh Sapardi Djoko Damono GM 050 PT. Grasindo, Jl. Palmerah Selatan 28, Jakarta 10270 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang All rights reserved Diterbitkan pertama kali oleh penerbit PT. Grasindo, Anggota IKAPI, Jakarta, 1994 Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan KDT ISBN 979-553-467-XManuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 2PENGANTAR Sajak-sajak dalam buku ini saya pilih dari sekian ratus sajak yang saya hasilkanselama 30 tahun, antara 1964 sampai dengan 1994. Sajak saya pertama kali dimuat diruangan kebudayaan sebuah tabloid di Semarang pada tahun 1957, sewaktu saya masihmenjadi murid SMA; Namun, ini tidak berarti bahwa ratusan sajak yang ditulis selama 1957-1964 tidak saya pertimbangkan untuk buku ini. Sajak-sajak itu tidak dipilih mungkin sekalikarena saya pikir lebih sesuai untuk dikumpulkan di buku lain, yang suasananya – atau entahapanya – agak berbeda dari buku ini. Ini berarti bahwa ada juga sesuatu yang mengikat sajak-sajak ini menjadi satu buku. Saya sendiri tidak tahu apakah selama 30 tahun itu ada perubahan stilistik dan tematikdalam puisi saya. Seorang penyair belajar dari banyak pihak keluarga, penyair lain, kritikus,teman, pembaca, tetangga, masyarakat luas, Koran, telecisi, dan sebagainya. Pada dasarnya,penyair memang tidak suka diganggu, namun sebenarnya ia suka juga, mungkin secarasembunyi-sembunyi, nguping pendapat pembaca. Itulah yang merupakan tanda bahwa iatidak hidup sendirian saja di dunia; itulah pula tanda bahwa puisi yang ditulisnya benar-benarada. Sebagian besar sajak-sajak dalam buku ini pernah terbit dalam ebberapa kumpulansajak, sejumlah sajak pernah dimuat di Koran dan majalah, satu-dua sajak belum pernahdipublikasikan. Hampir dua tahu lamanya saya mempertimbangkan penerbitan buku ini,bukan karena sajak-sajak saya berceceran dan sulit dilacak, tetapi karena saya sukameragukan keuntungan yang mungkin bias didapat oleh pembaca maupun penerbit buku ini. Dalam hal terakhir itu sudah selayaknya saya mengucapkan terima kasih kepada Eneste dari penerbit PT Grsindo yang tidak jemu-jemu meyakinkan saya akanperlunya menerbitkan serpihan sajak ini. Terima kasih tentu saja saya sampaikan juga kepadasiapa pun yang telah memberi dan merupakan ilham bagi sajak-sajak ini, tentang apalagipuisi kalau tidak tentang mereka, manusiaJakarta, Juni 1994Sapardi Djoko Damono Catatan Diketik ulangnya sajak-sajak ini dimaksudkan sebagai buah kecintaan dan rasa kagum saya pada karya-karya penyair Indonesia Bapak Sapardi Djoko Damono. Dan juga sebagai upaya penyediaan sarana pembelajaran sastra bagi siapa pun. Penulisan ulang ini diupayakan mengikuti rancang bangun puisi-pusi tersebut dan memiminalisir kesalahan ketik. Mohon, untuk tidak menghapus catatan ini sebagai pertanggung jawaban saya sebagai pihak yang mengetik ulang. Terima kasih. Kritik dan saran soal manuskrip ini kirimkan ke [email protected]Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 3DAFTAR ISI 4PengantarPada Suatu MalamTentang Seorang Penjaga Kubur yang MatiSaat Sebelum BerangkatBerjalan di Belakang JenazahLanskapHujan Turun Sepanjang JalanKita SaksikanDalam SakitSonet Hei! Jangan KaupatahkanZiarahDalam Doa IDalam Doa IIDalam Doa IIIKetika Jari-jari Bunga TerbukaSajak PerkawinanGerimis Kecil di Jalan Jakarta, MalangKupandang Kelam yang MErapat ke Sisi KitaBunga-bunga di HalamanPertemuanSonet XSonet YJarakHujan Dalam Komposisi, 1Hujan Dalam Komposisi, 2Hujan Dalam Komposisi, 3Varisai pada Suatu PagiMalam Itu Kami di SanaDi Beranda Waktu HujanKartu Pos Bergambar Taman Umum, New YorkNew York, 1971Dalam Kereta Bawah Tanah, ChicagoKartu Pos Bergambar Jembatan “Golden Gate”, San FransiscoJangan CeritakanTulisan di Batu NisanMata PisauTentang MatahariBerjalan ke Barat Waktu Pagi HariCahaya Bulan Tengah MalamNarcissusCatatan Masa Kecil, 1Catatan Masa Kecil, 2Catatan Masa Kecil, 3AkuariumSajak, 1Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoSajak, 2 5Di Kebun BinatangPercakapan Malam HujanTelur, 1Telur, 2Sehabis Suara GemuruhMuaraSepasang Sepatu TuaDi Banjar Tunjuk, TabananSungai, TabananKepada I Gusti Ngurah BagusBola LampuPada Suatu Pagi HariBunga, 1Bunga, 2Bunga, 3Puisi Cat Air untuk RizkiLirik untuk Lagu PopTiga Lembar Kartu PosSandiwara, 1Sandiwara, 2Lirik untuk Imporvisasi JazzYang Fana adalah WaktuTuanCermin, 1Cermin, 2Dalam DirikuKuhentikan HujanBenihDi Tangan Anak-anakDi Atas BatuAngin, 3Cara Membunuh BurungSihir HujanMetamorfosisPerahu KertasKami bertigaTelingaAku InginSajak-sajak Empat SeuntaiDi RestoranDalam Doa’kuPada Suatu Hari NantiSita SihirBatuMautHujan, Jalak dan Daun JambuAjaran HidupTerbangnya BurungManuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoPada Suatu Malam 6ia pun berjalan ke barat, selamat malam, solo,katanya sambil didengarnya sendiri suara sepatunyasatu lampu-lampu ini masih menyala buatku, gambar-gambar yang kabur dalam cahaya,hampir-hampir tak ia kenal lagi dirinya, menengadahkemudian sambil menarik nafas panjangia sendiri saja, sahut menyahut dengan malam,sedang dibayangkannya sebuah kapal di tengah lautanyang memberontak terhadap adalah minuman keras, beberapa orang membawa perempuanbeberapa orang bergerombol, dan satu-dua orangmenyindir diri sendiri; kadang memang tak ada lelucon sejuta mata itu memandang ke arahku, pun berjalan ke barat, merapat ke masa malam, gereja, hei kaukah anak kecilyang dahulu duduk menangis di depan pintuku itu?ia ingat kawan-kawannya pada suatu hari nataldalam gereja itu, dengan pakaian serba baru,bernyanyi; dan ia di luar pintu. ia pernah ingin sekalibertemu yesus, tapi ayahnya bilangyesus itu anak tak pernah tahu apakah ia pernah sungguh-sungguh mencintai malam ini yesus mencariku, ia belum pernah berjanji kepada siapa pununtuk menemui atau ditemui;ia benci kepada setiap kepercayaan yang berjalan sendiri di antara orang didengarnya seorang anak berdoa; ia tak pernah diajar pun suatu saat ingin meloloskan dirinya ke dalam doa,tapi tak pernah mengetahuiawal dan akhir sebuah doa; ia tak pernah tahu kenapabarangkali seluruh hidupku adalah sebuah doa yang sendiri; ia merasa seperti tenteramdengan jawabannya sendiriia adalah doa yang tadi ia bertemu seseorang, ia sudah lupa namanya,lupa wajahnya berdoa sambil berjalan…ia ingin berdoa malam ini, tapi tak bisa mengakhiri,tak bisa menemukan kata puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damonoia selalu merasa sakit dan malu setiap kali berpikir 7tentang dosa; ia selalu akan pingsankalau berpikir tentang mati dan hidup tuhan seperti kepala sekolah, pikirnyaketika dulu ia masih di sekolah rendah. barangkali tuhanakan mengeluarkan dan menghukum murid yang nakal,membiarkannya bergelandangan dimakan tuhan sedang mengawasi aku dengan curiga,pikirnya malam ini, mengawasi seorang yang selalu gagal ia juga pernah berdosa, tanyanya ketika berpapasandengan seorang perempuan. perempuan itu setangkai bunga;apakah ia juga pernah bertemu yesus, atau barangkalipernah juga dikeluarkan dari sekolahnya malam, langit, apa kabar selama ini?barangkali bintang-bintang masih berkedip buatku, pikirnya…ia pernah membenci langit dahulu,ketika musim kapal terbang seperti burungmenukik dan kemudian ledakan-ledakansaat itu pulalah terdengar olehnya ibunya berdoadan terbawa pula namanya sendirikadang ia ingin ke langit, kadang ia ingin mengembara sajake tanah-tanah yang jauh; pada suatu saat yang dinginia ingin lekas kawin, membangun tempat pernah merasa seperti si pandir menghadapiangka-angka…ia pun tak berani memandang dirinya sendiriketika pada akhirnya tak ditemukannya suatu saat seorang gadis adalah bunga,tetapi di lain saat menjelma sejumlah angkayang sulit. ah, ia tak berani berkhayal tentang tkut membayangkan dirinya sendiri, ia pun ingin lolosdari lampu-lampu dan suara-suara malam hari,dan melepaskan genggamannya dari kenyataan;tetapi disaksikannya berjuta orang sedang berdoa,para pengungsi yang bergerak ke kerajaan tuhan,orang-orang sakit, orang-orang penjara,dan barisan panjang orang terkejut dan berhenti,lonceng kota berguncang seperti sedia kalarekaman senandung duka perempuan tertawa ngeri di depannya, menawarkan tak tahu kenapa mesti karena wajah perempuan itu mengingatkannyakepada sebuah selokan, penuh dengan cacing;barangkali karena mulut perempuan ituManuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damonomenyerupai penyakit lepra; barangkali karena matanyaseperti gula-gula yang dikerumuni beratus ia telah menolaknya, ia bersyukur untuk siapa gerangan tuhan berpihak, menyaksikan orang-orang berjalan, seperti dirinya, sendiriatau membawa perempuan, atau bergerombol,wajah-wajah yang belum ia kenal dan sudah ia kenal,wajah-wajah yang ia lupakan dan ia ingat sepanjang zaman,wajah-wajah yang ia cinta dan ia sama mereka mengangguk padaku, pikirnya;barangkali mereka melambaikan tangan padaku setelah lama berpisahatau setelah terlampau sering bertemu. ia berjalan ke malam. ia mengangguk, entah kepada siapa;barangkali kepada dirinya sendiri. barangkali hidup adalah doa yang panjang,dan sunyi adalah minuman merasa tuhan sedang memandangnya dengan curiga;ia pun hidup adalah doa yang….barangkali sunyi adalah….barangkali tuhan sedang menyaksikannya berjalan ke barat1964Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 8TENTANG SEORANG PENJAGA KUBURYANG MATIbumi tak pernah membeda-bedakan, seperti ibu yang baik. diterimanya kembali anak-anaknya yang terkucil dan membusuk, seperti halnya bangkai binatang, pada suatu hari seorang raja, atau jenderal, atau pedagang, atau klerek – sama kalau hari ini si penjaga kubur, tak ada bedanya. ia seorang tua yang rajin membersihkan rumputan, menyapu nisan, mengumpulkan bangkai bunga dan daunan; dan bumi pun akan menerimanya seperti ia telah menerima seorang laknat, atau pendeta, atau seorang yang acuh-tak-acuh kepada bumi, akhirnya semua membusuk dan lenyap, yang mati tanpa gendering, si penjaga kubur ini, pernah berpikir apakah balasan bagi jasaku kepada bumi yang telah kupelihara dengan baik; barangkali sebuah sorga atau am punan bagi dusta-dusta masa mudanya. tapi sorga belum pernah terkubur dalam bumi tak pernah membeda-bedakan, tak pernah mencinta atau membenci; bumi adalah pelukan yang dingin, tak pernah menolak atau menanti, tak akan pernah membuat janji dengan tua yang rajin itu mati hari ini; sayang bahwa ia tak bisa menjaga kuburnya puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 9SAAT SEBELUM BERANGKATmengapa kita masih juga bercakaphari hampir gelapmenyekap beribu kata diantara karangan bungadi ruang semakin maya, dunia purnamasampai tak ada yang sempat bertanyamengapa musim tiba-tiba redakita di mana. waktu seorang bertahan di sinidi luar para pengiring jenazah menanti1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 10BERJALAN DI BELAKANG JENAZAHberjalan di belakang jenazah angina pun redajam mengerdiptak terduga betapa lekassiang menepi, melapangkan jalan duniadi samping pohon demi pohon menundukkan kepaladi atas matahari kita, matahari itu jugajam mengambang di antaranyatak terduga begitu kosong waktu menghirupnya1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 11SEHABIS MENGANTAR JENAZAHmasih adakah yang akan kautanyakantentang hal itu? hujan pun sudah selesaisewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakapdi bawah bunga-bunga menua, matahari yang senjapulanglah dengan paying di tangan, tertutupanak-anak kembali bermain di jalanan basahseperti dalam mimpi kuda-kuda meringkik di bukit-bukit jauhbarangkali kita tak perlu tua dalam tanda Tanyamasih adakah? alangkah angkuhnya langitalangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kitaseluruhnya, seluruhnya kecuali kenanganpada sebuah gua yang menjadi sepi tiba-tiba1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 12LANSKAPsepasang burung, jalur-jalur kawat, langit semakin tuawaktu hari hampir lengkap, menunggu senjaputih, kita pun putih memandangnya setiasampai habis semua senja1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 13HUJAN TURUN SEPANJANG JALANhujan turun sepanjang jalanhujan rinai waktu musim berdesik-desik pelankembali bernama sunyikita pandang pohon-pohon di luar basah kembalitak ada yang menolaknya. kita pun mengerti, tiba-tibaatas pesan yang rahasiatatkala angina basah tak ada bermuat debutatkala tak ada yang merasa diburu-buru1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 14KITA SAKSIKANkita saksikan burung-burung lintas di udarakita saksikan awan-awan kecil di langit utarawaktu cuaca pun senyap seketikasudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnyadi antara hari buruk dan dunia mayakita pun kembali mengenalnyakumandang kekal, percakapan tanpa kata-katasaat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 15DALAM SAKITwaktu lonceng berbunyipercakapan merendah, kita kembali menanti-nantikau berbisik siapa lagi akan tibasiapa lagi menjemputmu berangkat berdukadi ruangan ini kita gaib dalam gema. di luar malam harimengendap, kekal dalam rahasiakita pun setia memulai percakapan kembaliseakan abadi, menanti-nanti lonceng berbunyi1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 16SONET HEI! JANGAN KAUPATAHKANHei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga ituia sedang mengembang; bergoyang-goyang dahan-dahannya yang tuayang telah mengenal baik, kau tahu,segala perubahan akar-akar yang sabar menyusup dan menjalarhujan pun turun setiap bumi hampir hangus terbakardan mekarlah bunga itu perlahan-lahandengan gaib, dari rahim saksikan saja dengan telitibagaimana matahari memulasnya warna-warni, sambil diam-diammembunuhnya dengan hati-hati sekalidalam Kasih-sayang, dalam rindu-dendam Alam;lihat ia pun terkulai perlahan-lahandengan indah sekali, tanpa satu keluhan1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 17ZIARAH 18Kita berjingkat lewatjalan kecil inidengan kaki telanjang; kita berziarahke kubur orang-orang yang telah melahirkan sampai terjaga mereka!Kita tak membawa apa-apa. Kitatak membawa kemenyan atau pun bungakecuali seberkas rencana-rencan kecilyang senantiasa tertunda-tunda untukkita sombongkan kepada akan kita jumpai wajah-wajah bengis,atau tulang belulang, atau sisa-sisa jasad merekadi sana? Tidak, mereka hanya batang-batang cemara yang menusuk langityang akar-akarnya pada bumi kita belum pernah mengenal mereka;ibu-bapak kita yang mendongengtentang tokoh-tokoh itu, nenek moyang kita itu,tanpa menyebut-nyebut hanyalah mimpi-mimpi kita,kenangan yang membuat kita merasapernah berziarah; berjingkatlah sesampaidi ujung jalan kecil inisebuah lapangan terbuka batang-batang cemara ada bau kemenyan tak ada bunga-bunga;mereka telah tidur sejak abad pertama,semenjak Hari Pertama ada tulang-belulang tak ada sisa-sisajasad mereka. Ibu-bapa kita sungguh bijaksana, terjebakkita dalam dongengan tangan kita berkas-berkas rencana,di atas kepala sang puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoDALAM DOA Ikupandang ke sana Isyarat-isyarat dalam cahayakupandang semestaketika Engkau seketika memijar dalam Kataterbantun menjelma gema. Malam sibuk di luar suarakemudian daun bertahan pada tangkainyaketika hujan tiba. Kudengar bumi sedia kalatiada apa pun diantara Kita dinginsemakin membara sewaktu berembus angina1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 19DALAM DOA IIsaat tiada pun tiadaaku berjalan tiada –gerakan, serasaisyarat Kita pun bertemusepasang Tiadatersuling tiada-gerakan, serasanikmat Sepi meninggi1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 20DALAM DOA IIIjejak-jejak Bunga selalu; betapa tergodakita untuk berburu, terjundi antara raung warnasebelum musim menanggalkan daun-daunakan tersesat di mana kitaterbujuk jejak-jejak Bunga nantinya atauterjebak juga baying-bayang Cahayadalam nafsu kita yang risau1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 21KETIKA JARI-JARI BUNGA TERBUKAketika jari-jari bunga terbukamendadak terasa betapa sengitcinta Kitacahaya bagai kabut, kabut cahaya; di awan hari ini di bumimeriap sepi yang purba;ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata, suatu pagidis ayap kupu-kupu, di sayap warnaswara burung di ranting-ranting cuaca,bulu-bulu cahaya betapa parahcinta Kitamabuk berjalan, diantara jerit bunga-bunga rekah1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 22SAJAK PERKAWINANcahaya yang ini, Siapakah?kelopak-kelopak malamberguguran kaki langit yang kaburdalam kamar, dalam Persetubuhanbutir demi butirKau dan aku, akudan serbuk malam tergelincirmenyatuPerkawinan tak di mana pun, takkapan punkelopak demi kelopak terbukamalam pun sempurna1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 23GERIMIS KECILDI JALAN JAKARTA, MALANGseperti engkau berbicara di ujung jalanwaktu dingin, sepi gerimis tiba-tibaseperti engkau memanggil-manggil di kelokan ituuntuk kembali berdukauntuk kembali kepada rindupanjang dan cemasseperti engkau yang memberi tanda tanpa lampu-lampusupaya menyahutmu, Mu1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 24KUPANDANG KELAM YANG MERAPAT KE SISI KITAkupandang kelam yang merapat ke sisi kita;siapa itu di sebelah sana, tanyamu tiba-tibamalam berkabut seketika; barangkali menjemputkubarangkali berkabar penghujan itukita terdiam saja di pintu; menungguatau ditunggu, tanpa janji terlebih dahulu;kenalkah ia padamu, desakmu kemudian sepiterbata-bata menghardik berulang kalibaying-bayangnya pun hampir sampai di sini; janganucapkan selamat malam; undurlah pelahanpastilah sudah gugur hujandi hulu sungai itu; itulah Saat itu, bisikkukukecup ujung jarimu; kau pun menatapkubunuhlah ia, suamiku kutatap kelam itubaying-bayang yang hampir lengkap mencapaikulalu kukatakan mengapa Kau tegak di situ1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 25BUNGA-BUNGA DI HALAMANmawar dan bunga rumputdi halaman; gadis yang kecildunia kecil, jari begitukecil menudingnyamengapakah perempuan suka menangisbagai kelopak mawar, sedangrumput liar semakin hijau swaranyadi bawah sepatu-sepatumengapakah pelupuk mawar selaluberkaca-kaca; sementara tangan-tangan lembuthampir mencapainya wahai, meriaprumput di tubuh kita1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 26PERTEMUANperempuan mengirim air matanyake tanah-tanah cahaya, ke kutub-kutub bulanke landasan cakrawala; kepalanya di atas bantallembut bagai bianglalalelaki tak pernah menolehdan di setiap jejaknya melebat hutan-hutan,hibuk pelabuhan-pelabuhan; di pelupuknya sepasang mataharikeras dan fanadan serbuk-serbuk hujantiba dari arah mana saja cadarbagi rahim yang terbuka, udara yang jenuhketika mereka berjumpa. Di ranjang ini1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 27SONET Xsiapa menggores di langit birusiapa meretas di awan lalusiapa mengkristal di kabut itusiapa mengertap di bunga layusiapa cerna di warna ungusiapa bernafas di detak waktusiapa berkelebat setiap kubuka pintusiapa terucap di celah kata-katakusiapa mengaduh di baying-bayang sepikusiapa tiba menjemputku berburusiapa tiba-tiba menyibak cadarkusiapa meledak dalam diriku siapa Aku1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 28SONET Ywalau kita sering bertemudi antara orang-orang melawat ke kubur itudi sela-sela suara birubencah-bencah kelabu dan unguwalau kau sering kukenangdi antara kata-kata yang lama tlah hilangterkunci dalam baying-bayangdendam remangwalau aku sering kau sapadi setiap simpang cuacahijau menjelma merah menyaladi pusing jantra ku tak tahu kenapa merindutergagap gugup di ruang tunggu1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 29JARAKdan Adam turun di hutan-hutanmengabur dalam dongengandan kita tiba-tiba di sinitengadah ke langit; kosong sepi1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 30HUJAN DALAM KOMPOSISI, 1 Apakah yang kau tangkap dari swara hujan, dan daun-daun bougencil basah yangteratur mengetuk jendela? Apakah yang kau tangkap dari bau tanah, dari ricik air yang turundi selokan? Ia membayangkan hubungan gaib antara tanah dan hujan, emmbayangkan rahasiadaun basah serta ketukan yang berulang. “Tak ada. Kecuali baying-bayangmu sendiri yang di balik pintu memimpikan ketukanitu, memimpikan sapa pinggir hujan, memimpikan bisik yang membersit dari titik airmenggelincir dari daun dekat jendela itu. Atau memimpikan semacam suku kata yang akanmengantarmu tidur.” Barangkali sudah terlalu sering ia mendengarnya, dan tak lagi puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 31HUJAN DALAM KOMPOSISI, 2Apakah yang kita harapkan dari hujan? Mula-mula ia di udara tinggi, ringan dan bebas; lalu mengkristal dalam dingin; kemudian melayang jatuh ketika tercium bau bumi; dan menimpa pohon jambu itu, tergelincir dari daun-daun, melenting di atas genting, tumpah di pekarangan rumah, dan kembali ke yang kita harapkan? Hujan juga jatuh di jalan yang panjang, menyusurnya, dan tergelincir masuk selokan kecil, mericik swaranya, menyusur selokan, terus mericik sejak sore, mericik juga di malam gelap ini. bercakap tentang Mungkin ada juga hujan yang jatuh di lautan. Selamat puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 32HUJAN DALAM KOMPOSISI, 3dan tik-tok jam itu kita indera kembali akhirnya terpisah dari hujan1969Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 33VARIASI PADA SUATU PAGIisebermula adalah kabut; dan dalam kabutsenandung lonceng, ketika selembar dauh luruh,setengah bermimpi, menepi ke bumi, luputkaudengarkah juga seperti Suara mengaduh?iidan cahaya yang membasuhmu pertama-tamabernyanyi bagi ca pung, kupu-kupu, dan bunga; Cahayayang menawarkan kicau burung susut tiba-tibapada selembar daun tua, pelan terbakar, tanpa sisaiiimenjelma baying-bayang. Bayang-bayang yang tiba-tiba tersentakketika seekor burung, menyambar ca pungSelamat pagi pertama bagi matahari, risau bergerak-gerakketika sepasang kupu-kupu merendah ke bumi basah, bertarung1970Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 34MALAM ITU KAMI DI SANA“Kenapa kaubawa aku ke mari, Saudara?” sebuah stasiundi dasar malam. Bayang-bayang putih di sudut peronmenyusur bangku-bangku panjang; jarum-jarum jam tak letihnyameloncat, merapat ke Sepi. Barangkali sajakami sedang menanti kereta yang bisaa tibasetiap kali tiada seorang pun siap memberi tanda-tanda;barangkali saja kami sekedar ingin berada di siniketika tak ada yang bergegas, yang cemas, yang menanti-nanti;hanya nafas kami, menyusur batang-batang rel, mengeras tiba-tiba;sinyal-sinyal kejang, lampu-lampu kuning yang menyusut di udarasementara baying-bayang putih di seluruh ruangan,“Tetapi katakana dahulu, Saudara, kenapa kaubawa aku kemari?”1970Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 35DI BERANDA WAKTU HUJANKau sebut kenanganmu nyanyian dan bukan matahariyang menerbitkan debu jalanan, yang menajamkanwarna-warni bunga yang dirangkaikan yang menghapusjejak-jejak kaki, yang senantiasa berulangdalam hujan. Kau di “Ke mana pula burung-burung itu yang bahkantak pernah kau lihat, yang menjelma semacam nyanyian,semacam keheningan terbang; kemana pula suit daunyang berayun jatuh dalam setiap impian?”Dan bukan kemarau yang membersihkan langit,yang perlahan mengendap di udara kau sebut cintamupenghujan panjang, yang tak habis-habisnyamembersihkan debu, yang bernyanyi di beranda kau duduksendiri, “Di mana pula sekawanan kupu-kupu itu,menghindar dari pandangku; di mana pulaah, tidak!rinduku yang dahulu?”Kau pun di beranda, mendengar dan tak mendengarkepada hujan, sendiri,“Di manakah sorgaku itu nyanyianyang pernah mereka ajarkan padaku dahulu,kata demi kata yang pernah kau hapalbahkan dalam igauanku?” Dan kausebuthidupmu sore hari dan bukan siangyang bernafas dengan sengityang tiba-tiba mengeras di bawah matahari yang basah,yang meleleh dalam senandung hujan,yang puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 36KARTU POS BERGAMBARTAMAN UMUM, NEW YORKDi sebuah taman kausapa New York yang memutih rambutnyaduduk di bangku panjang, berkisahdengan beberapa ekor merpati. Tapi tak disahutnyaanggukmu; tak dikenalnya sopan-santun York yang senjakala, yang Hitam panggilannya,membayangkan diriny turun dari keretadari Selatan nun jauh. Beberapa bunga ceri jatuhdi atas koran hari ini. Lonceng menggoreskan akhir musim puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 37NEW YORK, 1971Hafalkan namamu baik-baik di sini. Setelah bajadan semen yang mengatur langkah kita, lampu-lampudan kaca. Langit hanya dalam batin kita,tersimpan setia dari lembah-lembah di mana kau dan akulahir, semakin biru dalam namamu. Tikungan demi tikunganwarna demi warna tanda-tanda jalanan yang menunjukkea rah kita, yang kemudian menjanjikanarah yang kaburke tempat-tempat yang dulu pernah adadalam mimpi kanak-kanak kita. Berjalanlah merapat temboksambil mengulang-ulang menyebut nama tempatdan tanggal lahirmu sendiri, sampai di persimpanganujung jalan itu, yang menjurus ke segala arahsambil menolak arah, ketika semakin banyak jugaorang-orang di sekitar kita, dan terasa bahwasepenuhnya sendiri. Kemudian bersiaplahdengan jawaban-jawaban kaudengarkah swara-swara itu?1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 38DALAM KERETA BAWAH TANAH, CHICAGO“Siapakah namamu?” Barangkali aku setengah tertidur waktu kau tanyakan itu lagi. Bangku-bangku yang separo kosong, beberapa wajah yang seperti mata tombak, dan dari jendela siluet di atas dasar hitam. Aku pun tak pernah menjawabmu, bahkan ketika kautanyakan jam berapa saat kematianku, sebab kau toh tak pernah ada tatkala aku sepenuhnya terjagaBaiklah, hari ini kita namakan saja ia ketakutan, atau apa sajalah. Di saat lain barangkali ia menjadi milik seorang pahlawan, atau seorang budak, atau Pak Guru yang mengajar anak-anak bernyanyi – tetapi manakah yang lebih deras denyutnya, jantung manusia atau arloji? yang bisaa menghitung nafas kita, ketika seorang membayangkan sepucuk pestol teracu ke arahnya? Atau tak usah saja kita namakan apa-apa; kau pun sibuk mengulang-ulang pertanyaan yang itu-itu juga, sementara aku hanya separo terjagaSeandainya -1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 39KARTU POS BERGAMBARJEMBATAN “GOLDEN GATE”, SAN FRANSISCOkabut yang likat dan kabut yang pupurlekat dan grimis pada tiang-tiang jembatanmatahari menggeliat dan kembali gugurtak lagi di langit! berpusing di pedih lautan1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 40JANGAN CERITAKANbibir-bibir bunga yang pecah-pecahmengunyah matahari,jangan ceritakan padaku tentang dinginyang melengking malam-malam – lalu mengembun1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 41TULISAN DI BATU NISANtolong tebarkan atasku baying-bayang hidup yang lindapkalau kau berziarah ke maritak tahan rasanya terkubur, megapdi bawah terik si matahari1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 42MATA PISAUmata pisau itu tak berkejap menatapmu;kau yang baru saja mengasahnyaberpikir; ia tajam untuk mengiris apelyang tersedia di atas mejasehabis makan malam;ia berkilat ketika terbayang olehnya urat puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 43TENTANG MATAHARIMatahari yang di atas kepalamu ituadalah balon gas yang terlepas dari tanganmuwaktu kau kecil, adalah bola lampuyang ada di atas meja ketika kau menjawab surat-suratyang teratur kau terima dari sebuah Alamat,adalah jam weker yang berderingsaat kau bersetubuh, adalah gambar bulanyang dituding anak kecil itu sambil berkata“Ini matahari! Ini matahari!” –Matahari itu? Ia memang di atas sanasupaya selamanaya kau menghelabaying-bayangmu puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 44BERJALAN KE BARATWAKTU PAGI HARIwaktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku di belakangaku berjalan mengikuti baying-bayangku sendiri yang memanjang di depanaku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan baying-bayangaku dan baying-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 45CAHAYA BULAN TENGAH MALAMaku terjaga di kursi ketika cahaya bulan jatuh di wajahku dari genting kacaadakah hujan sudah reda sejak lama?masih terbuka koran yang tadi belum selesai kubacaterjatuh di lantai; di tengah malam itu ia nampak begitu dingin dan fana1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 46NARCISSUSseperti juga aku namamu siapa, bukan?pandangmu hening di permukaan telaga dan rindumu dalamtetapi jangan saja kita bercintajangan saja aku mencapaimu dan kau padaku menjelmaatau tunggu sampai angina melepaskan selembar daundan jatuh di telaga pandangmu berpendar, bukan?cemaskah aku kalau nanti air bening kembali?cemaskah aku kalau gugur daun demi daun lagi?1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 47CATATAN MASA KECIL, 1 Ia menjenguk ke dalam sumur mati itu dan tampak garis-garis patah dan berkas-berkas warna perak dan kristal-kristal hitam yang pernah disaksikannya ketika ia sakit danmengigau dan memanggil-manggil ibunya. Mereka bilang ada ular menjaga di dasarnya. Iamelemparkan batu ke dalam sumur mati itu dan mendengar suara yang pernah dikenalnyalama sebelum ia mendengar tangisnya sendiri yang pertama kali. mereka bilang sumur matiitu tak pernah keluar airnya. Ia mencoba menerka kenapa ibunya tidak pernah mempercayai puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 48CATATAN MASA KECIL, 2 Ia mengambil jalan pintas dan jarum-jarum rumput berguguran oleh langkah-langkahnya. Langit belum berubah juga. Ia membayangkan rahang-rahang laut dan rahang-rahang bunga lalu berpikir apakah burung yang tersentak dari ranting lamtara itu pernahmenyaksikan rahang-rahang laut dan rahang-rahang bunga terkam menerkam. Langit belumberubah juga. Angin begitu ringan dan bisa meluncur ke mana pun dan bisa menggoda lautsehabis menggoda bunga tetapi ia bukan angina dan ia kesal lalu menyepak sebutir yang terpekik di balik semak. Ia tak mendengarnya. Ada yang terpekik di balik semak dan gemanya menyentuh sekuntum bunga lalutersangkut pada angina dan terbawa sampai ke laut tetapi ia tak mendengarnya dan iamembayangkan rahang-rahang langit kalau hari hampir hujan. Ia sampai di tanggul sungaitetapi mereka yang berjanji menemuinya ternyata tak ada. Langit sudah berubah. Iamemperhatikan ekor srigunting yang senantiasa bergerak dan mereka yang berjanjimengajaknya ke seberang sungai belum juga tiba lalu menyaksikan butir-butir hujan mulaijatuh ke air dan ia memperhatikan lingkaran-lingkaran itu melebar dan ia membayangkanmereka tiba-tiba menge pungnya dan melemparkannya ke air. Ada yang memperhatikannya dari seberang sungai tetapi ia tak melihatnya. MASA KECIL, 3 49Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoIa turun dari ranjang lalu bersijingkat dan membuka jendela lalu menatap bintang-bintang seraya bertanya-tanya apa gerangan yang di luar semesta dan apa gerangan yang di-luar semesta dan terus saja menunggu sebab serasa ada yang akan lewat memberitahukan halitu padanya dan ia terus bertanya-tanya sampai akhirnya terdengar ayam jantan berkokok tigakali dan ketika ia menoleh nampak ibunya sudah berdiri di belakangnya berkata “biar kututupjendela ini kau tidurlah saja setelah semalam suntuk terjaga sedang udara malam jahat sekaliperangainya?1971AKUARIUM 50Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono
650| ANALISIS SEMIOTIK DALAM PUISI AKU INGIN KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO melalui media sosial whats application (wa) pada siswa sma. Parole (Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia), 2(3), 305-312. City, I., Shalihah, N., & Primandhika, R. B. (2018). Analisis puisi sapardi djoko damono "cermin 1" dengan pendekatan semiotika.
ArticlePDF AvailableAbstractPuisi merupakan sebuah karya sastra yang mempunyai gaya bahasa menarik. Penggunaan bahasa dalam puisi sangat penting karena pemilihan gaya bahasa sangat diperhatikan oleh pembaca. Gaya bahasa yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas sangat beraneka ragam. Penulis mengacu pada referensi buku Gorys Keraf mengenai diksi dan gaya bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis yang artinya data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka setelah itu dilakukan analisis. Dari buku kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono berhasil ditemukan gaya bahasa retoris diantaranya aliterasi ditunjukkan dengan keempat kutipan, lalu asonansi empat kutipan, anastrof dengan dua kutipan, asyndeton juga memiliki dua kutipan, polisendeton satu kutipan, ellipsis ada dua kutipan, histeron proteron satu kutipan, pleonasme satu, dan hiperbola memiliki dua kutipan. Dalam buku puisi ini juga ditemukan gaya bahasa kiasan yaitu persamaan atau simile ditunjukkan dengan sebuah kutipan, lalu metafora ada satu kutipan, dan personofikasi ditemukan tiga kutipan. Dari seluruh penemuan ini dapat disimpulkan bahwa buku puisi ini didominasi oleh gaya bahasa retoris, karena terdapat sembilan jenis, sedangkan gaya bahasa kiasan hanya ditunjukkan dalam tiga jenis. Dari sembilan jenis gaya bahasa retoris aliterasi dan asonansi adalah yang paling banyak muncul yaitu masing-masing empat kalimat Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 8 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaAnalisis Gaya Bahasa Kumpulan Puisi Perahu Kertas Karya Sapardi Djoko Damono Riza Irayani Saragih1 Intan Maulina2 Arif Yuandana Sinaga3 Afiliation Universitas Efarina1,2,3 Corresponding email rizasaragih25 Histori Naskah Submit 2021-11-03 Accepted 2021-11-05 Published 2021-11-15 This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial International License Puisi merupakan sebuah karya sastra yang mempunyai gaya bahasa menarik. Penggunaan bahasa dalam puisi sangat penting karena pemilihan gaya bahasa sangat diperhatikan oleh pembaca. Gaya bahasa yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas sangat beraneka ragam. Penulis mengacu pada referensi buku Gorys Keraf mengenai diksi dan gaya bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis yang artinya data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka setelah itu dilakukan analisis. Dari buku kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono berhasil ditemukan gaya bahasa retoris diantaranya aliterasi ditunjukkan dengan keempat kutipan, lalu asonansi empat kutipan, anastrof dengan dua kutipan, asyndeton juga memiliki dua kutipan, polisendeton satu kutipan, ellipsis ada dua kutipan, histeron proteron satu kutipan, pleonasme satu, dan hiperbola memiliki dua kutipan. Dalam buku puisi ini juga ditemukan gaya bahasa kiasan yaitu persamaan atau simile ditunjukkan dengan sebuah kutipan, lalu metafora ada satu kutipan, dan personofikasi ditemukan tiga kutipan. Dari seluruh penemuan ini dapat disimpulkan bahwa buku puisi ini didominasi oleh gaya bahasa retoris, karena terdapat sembilan jenis, sedangkan gaya bahasa kiasan hanya ditunjukkan dalam tiga jenis. Dari sembilan jenis gaya bahasa retoris aliterasi dan asonansi adalah yang paling banyak muncul yaitu masing-masing empat kalimat. . Kata kunci Gaya Bahasa, Puisi, Perahu Kertas, Sapardi Djoko Damono. Pendahuluan Puisi merupakan suatu karya sastra berupa ungkapan perasaan penulis yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan kata-kata yang indah dan penuh makna. Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi pancaindera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan dengan memberi kesan menarik dan estetik dengan menggunakan bahasa yang khas. Bahasa yang khas tersebut biasa disebut dengan gaya bahasa. Puisi merupakan sebuah karya sastra yang mempunyai gaya bahasa menarik. Puisi umumnya berisi pesan atau ajaran moral tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca dalam bentuk bahasa yang memiliki makna. Penggunaan bahasa dalam puisi sangat penting karena pemilihan gaya bahasa sangat diperhatikan oleh pembaca. Pembaca sering kali sulit memaknai sebuah puisi. Oleh karena itu, banyak tahap yang harus dilalui untuk memahami makna puisi tersebut. Salah satunya dengan menganalisis unsur instrinsik puisi yaitu gaya bahasa. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 9 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaGaya bahasa merupakan cara pengarang mengungkapkan pikiran atau gagasan melalui bahasa yang khas yang memperlihatkan jiwa atau kepribadian penulis atau penutur Keraf, 2010. Dengan gaya bahasa, penutur bermaksud menjadikan paparan bahasanya menarik, kaya, padat, jelas dan lebih mampu menekankan gagasan yang ingin disampaikan, menciptakan suasana tertentu dengan efek estetis. Efek estetik tersebut yang membuat karya sastra bernilai seni. Gaya bahasa yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas sangat beraneka ragam. Penulis mengacu pada referensi buku Gorys Keraf mengenai diksi dan gaya bahasa. Keraf 2010 membagi persoalan gaya bahasa, yaitu gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung di dalamnya, dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan makna. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi, bila sudah ada perubahan makna, berupa makna konotatifnya atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu sudah memiliki gaya bahasa. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna biasa disebut sebagai trope atau figure of spech. Istilah trope brarti “pembalikan” atau “penyimpangan”. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dibagi atas dua kelompok yaitu gaya bahasa retoris, yang semata-mata merupakan penyimpangan dan kontruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna ini banyak kita jumpai pada puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono atau yang biasa dipanggil dengan singkatan SDD. Puisi Karya Sapardi Djoko Damono terkenal dengan gaya bahasanya yang sederhana namun penuh dengan makna kehidupan. Ia banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1989, SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga menerima penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Selain itu, gaya bahasa yang digunakan Sapardi untuk menyatakan sesuatu dengan tidak biasa sehingga akan memberikan kesan kemurnian, kelembutan, keindahan, kadang-kadang mengejutkan. Kesan yang demikian, misalnya dapat kita rasakan ketika membaca kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono. Penggunaan gaya bahasa dalam puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono dinilai sangat menarik untuk diteliti. Penggunaan gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan memberikan nilai-nilai estetis serta perbandingan terhadap karya sastra satu dengan yang lain untuk dibaca dan dipahami maknanya. Gaya bahasa merupakan pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang dalam bertutur dan menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu serta keseluruhan ciri bahasa. Dengan demikian, untuk memahami dan menginterpretasi sebuah karya sastra pengkajian dan penelitian tersebut harus dilakukan secara maksimal Pradopo, 2013 54. Contohnya pada salah satu puisi dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul Yang Fana Adalah Waktu. Yang fana adalah waktu. Kita abadi Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 10 Jurnal Bahasa& Sastra Indonesiakita lupa untuk apa. “Tapi, Yang fana adalah waktu, bukan?” Tanyamu. Kita abadi. Pada puisi diatas mengandung gaya bahasa kiasan yang diantaranya simile dan metafora. Metafora merupakan gaya bahasa yang membandingkan sesuatu secara langsung. Hal itu bisa kita lihat pada baris puisi Yang fana adalah waktu. Kita abadi Pada baris tersebut tampak bahwa “waktu” merupakan yang fana dibandingkan dengan “kita” yang abadi. Padahal keduanya sangat bertentangan dengan seharusnya. Sedangkan gaya bahasa simile merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal atau lebih yang hakikatnya berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa. Hal ini dapat kita lihat pada kata “seperti” digunakan untuk membandingkan antara “detik” yang serupa dengan “bunga” yang sebenarnya keduanya tidak memiliki hubungan. Kedua penggunaan gaya bahasa tersebut berusaha membandingkan sesuatu secara langsung baik itu sama atau tidak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul Yang Fana Adalah Waktu terdapat dua penggunaan gaya bahasa dalam satu puisi yaitu gaya bahasa metafora dan simile. Gaya bahasa merupakan metode terdekat yang dapat ditempuh oleh pembaca dalam memaknai suatu puisi, gaya bahasa merupakan salah satu sarana penyair untuk menyampaikan sesuatu dengan cara pengiasan bahasa secara tidak langsung dalam mengungkapkan makna. Tapi di era sekarang ini pembaca lebih sering fokus pada cerita dan keindahan kata-kata dalam sebuah karya sastra, tanpa memperhatikan jenis atau gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam karya sastra tersebut. Hal ini menyebabkan pesan yang ingin disampaikan pengarang karya sastra kepada pembaca kurang tersampaikan. Kurangnya perhatian pembaca pada jenis dan gaya bahasa dalam sebuah karya sastra terutama puisi, itulah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti gaya bahasa yang digunakan Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Perahu Kertas. Penelitian mengenai gaya bahasa pada Kumpulan Puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono bertujuan untuk mendeskripsikan gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono dan untuk mengetahui gaya bahasa apa yang paling dominan dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono. Studi Literatur Gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa Keraf, 2010 112. Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan dengaan jalan memperkenalkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum Tarigan, 2013 4. Gaya bahasa merupakan susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca Pradopo, 2009 93. Gaya bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pemanfaatan atau kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu; keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra; cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 11 Jurnal Bahasa& Sastra Indonesiatulis atau lisan Depdikbud, 1995 297. Jika melihat gaya secara umum, dapat dikatakan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan diri sendiri, melalui kegiatan berbahasa, beretika, berinteraksi, berpakaian dan sebagainya. Sementara dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Menurut Abrams dalam Susiati 2020 7 gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seseorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Dengan gaya bahasa, penutur bermaksud menjadikan paparan bahasanya menarik, kaya, padat, jelas dan lebih mampu menekankan gagasan yang ingin disampaikan, menciptakan suasana tertentu dan menampilkan efek estetis. Efek estetis tersebutlah yang membuat karya sastra bernilai seni. Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis pada hakikatnya adalah cara menggunakan bahasa yang setepat-tepatnya untuk melukiskan perasaan dan pikiran penulis yang berbeda dari corak bahasa sehari-hari. Gaya bahasa dapat menilai pribadi seseorang, watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu sendiri. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya, semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan kepadanya. Dari berbagai pengertian gaya bahasa yang sudah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa merupakan suatu gaya penulisan seseorang dengan menggunakan kata-kata yang khas yang pada umumnya sebagai pengungkapan perasaan, ide, dan gagasan penulis. Berbicara tentang masalah gaya, tidak lepas dari 1 masalah media berupa kata dan kalimat, 2 masalah hubungan gaya baik dengan kandungan makna dan nuansa keindahanya, serta 3 seluk beluk ekspresi pengarang sendiri yang akan berhubungan erat dengan masalah individual kepengarangan maupun konteks sosial masyarakat yang melatarbelakanginya Aminuddin 2011 72. Dari pernyataan tersebut gaya bahasa juga tidak terlepas dari fungsinya yaitu sebagai alat untuk meyakinkan atau mempengaruhi pembaca atau pendengar. Gaya bahasa juga berkaitan dengan situasi dan suasana pengarang. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa fungsi gaya bahasa dalam karya sastra sebagai alat untuk a. Meningkatkan selera, artinya dapat meningkatkan minat pembaca/ pendengar untuk mengikuti apa yang disampaikan pengarang/ pembicara. b. Mempengaruhi atau meyakinkan pembaca atau pendengar, artinya dapat membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan pengarang/pembicara. c. Menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci dan sebagainya setelah menangkap apa yang dikemukakan pengarang. d. Memperkuat efek terhadap aggasan, yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya. e. Secara lebih ringkas fungsi gaya bahasa adalah sebagai efek estetika dalam puisi sehingga lebih menarik, memperkuat gagasan, dan meningkatkan selera pembaca. Bahasa kias atau figure of speech adalah bahasa indah yang digunakan untuk meninggikan dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum Tarigan, 2013 112. Gaya bahasa kiasan ini dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan, membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal lain, dan menemukan ciri-ciri yang menunjukkan persamaan antara kedua hal tersebut. Bahasa kiasan memiliki dua perbandingan, yaitu termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau langsung, Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 12 Jurnal Bahasa& Sastra Indonesiadan perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa kiasan adalah penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna Keraf, 2010 129. Altenbernd melalui Pradopo 2009 7 mendefenisikan puisi sebagai pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran menafsirkan dalam bahasa berirama bermetrum. Unsur-unsur puisi terdiri dari emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur Shanon Ahmad melalui Pradopo, 2009 7. Dapat disimpulkan ada tiga unsur pokok. Pertama, hal yang meliputi pemikiran, ide atau emosi; kedua, bentuknya; dan ketiga ialah kesanya. Semua itu terungkap dengan media bahasa Pradopo, 2009 7. Menurut Wiyatmi 2006 57, unsur-unsur puisi meliputi bunyi, diksi, bahasa kiasan, citraan, sarana retorika, bentuk visual, dan makna. Lebih lanjut, Jabrohim dkk 2003 33 membagi unsur puisi menjadi dua, yakni 1 unsur bentuk yang dapat disebut sebagai struktur fisik, unsur tersebut antara lain diksi, pengimajian, kata konkret, kiasan, rima dan ritme, serta tipografi. 2 Unsur isi dapat pula disebut sebagai struktur batin yang terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Penelitian relevan yang pertama oleh Tri Windusari dalam penelitian berjudul “Gaya Bahasa pada Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Dampno dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Pertama”. Dalam kesimpulanya gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni antara lain Gaya bahasa perbandingan sebanyak 60 gaya bahasa yang meliputi 3 gaya bahasa perumpamaan, 18 gaya bahasa metafora, 30 gaya bahasa personifikasi dan 9 gaya bahasa alegori; gaya bahasa pertentangan sebanyak 20 gaya bahasa yang meliputi 11 gaya bahasa hiperbola, 1 gaya bahasa litotes, 5 gaya bahasa paradox, 1 gaya bahasa klimaks, 1 gaya bahasa antiklimaks, dan 1 gaya bahasa hipalase; gaya bahasa pertautan sebanyak 21 gaya bahasa yang meliputi 3 gaya bahasa aliterasi, 2 gaya bahasa asonansi, 1 gaya bahasa epizokies, 7 gaya bahasa anaphora, 6 gaya bahasa mesodiplosis, dan 2 gaya bahasa epanalepis. Tri Windusari menggunakan meode deskriptif analisis dalam penelitianya dengan teknik pengumpulan data yaitu teknik observasi dan dokumentasi. Penelitian relevan yang ketiga oleh Fitria Agustina, Antonius Totok Priyadi dan Abdussamad dalam bentuk jurnal yang berdulul “Analisis Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna pada Kumpulan Cerpen Pak Tungkor Karya Mariyadi”. Dalam kesimpulanya dari kumpulan Cerpen Pak Tungkor ada 11 judul cerpen, dan peneliti menemukan 7 gaya bahasa retoris. Ketujuh gaya bahasa tersebut yaitu 105 gaya bahasa aliterasi, 48 gaya bahasa asonansi, 8 gaya bahasa asidenton, 1 gaya bahasa ellipsis 12 gaya bahasa eufemismus, 17 gaya bahasa perifarasis dan 5 gaya bahasa hiperbola. Peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan struktural. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sesuai dengan pendapat Meleong 2010 6 penelitian kulaitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan sebagai metode ilmiah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis artinya adalah data dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka setelah itu dilakukan analisis. Menurut Ratna 2010 53 metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta- Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 13 Jurnal Bahasa& Sastra Indonesiafakta dan kemudian disusul dengan analisis. Metode deskriptif juga disebut sebagai metode yang menguraikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan data, mengklasifikasikan dan menginterprestasikan data tentang analisis gaya bahasa dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono. Hasil Dari buku kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono berhasil ditemukan beberapa gaya bahasa retoris diantaranya aliterasi ditunjukkan dengan keempat kutipan, lalu asonansi empat kutipan, anastrof dengan dua kutipan, asyndeton juga memiliki dua kutipan, polisendeton satu kutipan, ellipsis ada dua kutipan, histeron proteron satu kutipan, pleonasme satu, dan hiperbola memiliki dua kutipan. Selain gaya bahasa retoris dalam buku puisi ini juga ditemukan gaya bahasa kiasan yaitu persamaan atau simile ditunjukkan dengan sebuah kutipan, lalu metafora ada satu kutipan, dan personofikasi ditemukan tiga kutipan. Pembahasan Bentuk gaya bahasa dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono berdasarkan langsung tidaknya makna yaitu, 1 gaya bahasa retoris dan 2 gaya bahasa kiasan. Berikut pemaparanya Analisis Gaya Bahasa Retoris Adapun bentuk gaya bahasa retoris yang diperoleh dari hasil analisis kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono yaitu a. Aliterasi Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama dalam baris-baris puisi. Penggunaan gaya bahasaaliterasi ini ditemukan dalam puisi “Kuterka Gerimis”, “Tuan”, “Kukirimkan Padamu” dan “Tekukur”. Penggunaan gaya bahasa alitersi pada puisi “Kuterka Gerimis”. Data 01 Seperti nanah yang meleleh Dari ujung-ujung jarum Jam dinding Sapardi, 2018 11 Kutipan puisi di atas menunjukkan gaya bahasa aliterasi. Hal itu tampak pada baris kedua terdapat pengulangan konsonan yang sama yaitu konsonan /g/ dan /m/ pada kata “ujung-ujung”, “jarum”, dan “jam”. Selain itu, pada baris kedua juga terdapat pengulangan konsonan yang sama yaitu konsonan /j/ pada kata “jarum” dan “jam”. Pengulangan konsonan yang sama pada kata-kata dalam penggalan puisi pengarang dimaksudkan untuk menghadirkan efek estetis sebagai unsur perhiasan atau unsur penekanan. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 14 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaPenggunaan gaya bahasa aliterasi pada puisi “Tuan” terdapat pada baris pertama. Data 02 Tuan Tuhan, bukan? Tunggu sebentar, Sapardi, 2018 33 Kutipan puisi di atas menunjukkan gaya bahasa aliterasi. Hal itu tampak pada pengulangan konsonan /n/ pada kata “Tuan”, “Tuhan” dan “bukan”. Pengulangan konsonan tersebut bertujuan untuk memberikan efek penekanan yang indah dalam puisi tersebut. Penggunaan gaya bahasa aliterasi pada puisi “Kukirimkan Padamu” terdapat pada kutipan berikut. Data 03 Dan bunga-bunga, bangku dan beberapa Oran tua, burung-burung merpati Sapardi, 2018 13 Kutipan puisi di atas menunjukkan gaya bahasa aliterasi. Hal itu tampak pada pengulangan konsonan /b/ pada kata “bunga-bunga”, “bangku”, “beberapa”, dan “burung-burung”. Pengulangan konsonan tersebut bertujuan untuk memberikan efek penekanan yang indah dalam puisi tersebut. Penggunaan gaya bahasa aliterasi pada puisi “Tekukur” terdapat pada kutipan berikut. Data 04 sambar-menyambar sebentar, lalu bersandar pada daun-daun rumput Sapardi, 2018 71 Kutipan puisi diatas menunjukkan gaya bahasa aliterasi. Hal itu tampak pada pengulangan konsonan /r/ pada kata “sambar”, “menyambar”, “sebentar”, “bersandar” dan “rumput”. Pengulangan konsonan yang sama pada kata-kata dalam penggalan puisi pengarang dimaksudkan untuk menghadirkan efek estetis sebagai unsur perhiasan atau unsur penekanan. b. Asonansi Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Penggunaan gaya bahasa aliterasi ini ditemukan dalam puisi “Kukirimkan Padamu”, “Akulah Si Telaga”, “Tuan” dan “Tajam Hujanmu”. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada puisi “Kukirimkan Padamu” terdapat pada baris ketiga. Data 05 Dan bunga-bunga, bangku dan beberapa orang tua, burung-burung merpati Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 15 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaSapardi, 2018 13 Kutipan puisi di atas, menunjukkan penggunaan gaya bahasa asonansi. Hal tersebut dapat dilihat pada pengulangan bunyi vocal /a/ dalam kata dan’, bunga-bunga’, bangku’, beberapa’, orang’ dan tua’. Kemudian terdapat juga pengulangan bunyi vokal /u/ dalam kata bunga-bunga’, bangku’, tua’ dan burung-burung’. Pengulangan bunyi vokal yang sama dalam penggalan puisi tersebut dimaksudkan untuk menambah kesan estetis atau efek penekanan dalam puisi. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada puisi “Akulah Si Telaga” terdapat pada kutipan puisi berikut. Data 06 Akulah si telaga berlayar diatasnya; Berlayar menyibakkan riak-riak kecil yang Menggerak-gerakkan bunga-bunga padma Sapardi, 2018 15 Kutipan puisi di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa asonansi. Hal tersebut dapat dilihat pada pengulangan bunyi vocal /a/. Pengulangan bunyi vokal yang sama dalam penggalan puisi tersebut dimaksudkan untuk menambah kesan estetis atau efek penekanan dalam puisi. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada puisi “Tuan” terdapat pada baris pertama. Data 07 Tuan, Tuhan, bukan? Sapardi, 2018 33 Kutipan puisi di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa asonansi. Hal tersebut dapat dilihat pada pengulangan bunyi vokal /u/ dan /a/ dalam kata Tuan’, Tuhan’ dan bukan’. Pengulangan bunyi vokal yang sama dalam penggalan puisi tersebut dimaksudkan untuk menambah kesan estetis atau efek penekanan dalam puisi. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada puisi “Tajam Hujanmu” terdapat pada kutipan berikut. Data 08 Tajam hujanmu Ini sudah terlanjur mencintaimu Deras dinginmu Sembilu hujanmu Sapardi, 2018 43 Kutipan puisi di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa asonansi. Hal tersebut dapat dilihat pada pengulangan bunyi vokal /u/ pada kata “hujanmu”, “sudah”, “mencintaimu” dan “dinginmu”. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 16 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaPengulangan bunyi vokal yang sama dalam penggalan puisi tersebut dimaksudkan untuk menambah kesan estetis atau efek penekanan dalam puisi. c. Anastrof Anastrof atau inversi adalah semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Penggunaan gaya bahasa anastrof ini ditemukan pada puisi “Akulah Si Telaga”dan “Pesta”. Penggunaan gaya bahasa anastrof pada puisi “Akulah Si Telaga” terdapat pada baris ke-enam. Data 09 Perahumu biar aku saja yang menjaganya Sapardi, 2018 15 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa anastrof. Hal ini dapat dilihat pada kutipan puisi tersebut, terdapat pembalikkan susunan kata-kata yaitu penempatan kata “perahumu” sebagai objek seharusnya berada diakhir kalimat. Selanjutnya frase “biar aku saja” sebagai subjek seharunya berada diawal baris. Pada frase “yang menjaganya” sebagai predikat seharusnya berada di tengah kalimat. Dalam hal ini kata ganti “nya” sebagai kata ganti orang seharusnya tidak perlu digunakan. Dengan demikian, susunan penempatan kata-kata tersebut jika mengikuti kaidah tata baku seharusnya seperti berikut ini “Biar aku saja yang menjaga perahumu” Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui perbedaan antara struktur kalimat yang digunakan pada teks sastra dalam hal ini puisi dengan susunan teks nonsastra yang mengikuti kaidah tata bahasa baku. Penggunaan gaya bahasa anastrof puisi “Pesta” terdapat pada baris ke-enam. Data 10 Di sumur itu, si Pembunuh membasuh muka, tangan, dan kakinya Sapardi, 2018 17 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa anastrof. Hal ini dapat dilihat pada kutipan puisi tersebut, terdapat pembalikkan susunan kata-kata yaitu penempatan kata “di sumur itu” sebagai keterangan tempat seharusnya berada diakhir kalimat. Selanjutnya frase “si Pembunuh” sebagai subjek seharunya berada diawal baris. Pada frase “membasuh” sebagai predikat berada di tengah kalimat dan kata “muka, tangan, dan kakinya” sebagai objek yang melengkapi predikat. Dengan demikian, susunan penempatan kata-kata tersebut jika mengikuti kaidah tata baku seharusnya seperti berikut ini “Si Pembunuh membasuh muka, tangan, dan kakinya di sumur itu”. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui perbedaan antara struktur kalimat yang digunakan pada teks sastra dalam hal ini puisi dengan susunan teks nonsastra yang mengikuti kaidah tata bahasa baku. d. Asindeton Asindeton adalah suatu gaya yang bersifat padat dan mampat beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat namun tidak dihubungkan dengan kata sambung. Penggunaan gaya bahasa asidenton ini ditemukan pada puisi “Sudah Kutebak” dan “Kukirimkan Padamu”. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 17 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaPenggunaan gaya bahasa asindeton pada puisi “Sudah Kutebak” terdapat pada baris keempat, kelima dan keenam. Data 11 Menggosok-gosokkan tubuh di karang-karang, Menyambar, berputar-putar membuat lingkaran, Menyambar, mabok membentur Sapardi, 2018 31 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa asindeton. Hal ini dapat dilihat pada kutipan puisi tersebut yang tidak menggunakan kata sambung untuk menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lainnya. Penulis menggunakan tanda koma untuk memisahkan frasa demi frasa. Hal itu digunakan penulis untuk menimbulkan efek keindahan dalam sebuah puisi. Penggunaan gaya bahasa asindeton pada puisi “Kukirimkan Padamu” terdapat pada baris pertama. Data 12 Kukirimkan padamu kartu pos bergambar, istriku, Sapardi, 2018 13 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa asindeton. Kutipan di atas membuktikan gaya bahasa asindeton yang digunakan sebagai acuan serta dipisahkan dengan tanda koma. Gaya bahasa asindeton ini memisahkan kata bergambar dan istriku yang bersifat padat dan sederajat. e. Polisindeton Polisindeton adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton. Kata, frasa, atau klausa dalam polisindeton yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung. Penggunaan gaya bahasa polisindeton ini ditemukan pada puisi “Kukirimkan Padamu”. Penggunaan gaya bahasa polisindeton pada puisi “Kukirimkan Padamu" terdapat pada penghgalan puisi berikut. Data 13 sebuah taman kota, rumputan dan bunga-bunga, bangku dan beberapa orang tua, burung-burung merpati dan langit yang entah Sapardi, 201813 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa polisindeton. Hal ini dapat dilihat dari penggalan puisi tersebut yang menggunakan kata hubung “dan” untuk menghubungkan antara kata yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk menambah keindahan dari sebuah puisi. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 18 Jurnal Bahasa& Sastra Indonesiaf. Elipsis Elipsis adalah sejenis gaya bahasa yang menghilangkan kata yang berada didalamnya dan akan ditafsirkan masing-masing oleh mitra tuturnya. Penggunaan gaya bahasa ellipsis ini ditemukan pada puisi “Benih” dan “Angin 3”. Penggunaan gaya bahasa ellipsis pada puisi “Benih” terdapat pada penggalan puisi berikut. Data 14 Tetapi…,” Sita yang hamil itu tetap diam sejak semula, Sapardi, 2018 78 Penggunaan gaya bahasa elipsis ditunjukkan pada bagian rumpang yaitu tetapi... tujuan pengarang memberikan gaya bahasa elipsis yaitu untuk memanfaatkan imajinasi pembaca dalam memberikan pesan yang ingin disampaikan. Penggunaan gaya bahasa ellipsis pada puisi “Angin 3” terdapat pada penggalan puisi berikut. Data 15 Seandainya aku bukan…’ Tapi kau angin! Tapi kau Harus tak letih-letihnya beringsut dari sudut ke sudut kamar, menyusup di celah-celah jendela, Berkelabat di pundak bukit Sapardi, 2018 27 Penggunaan gaya bahasa elipsis ditunjukkan pada bagian rumpang yaitu Seandainya aku bukan...’ tujuan pengarang memberikan gaya bahasa elipsis yaitu untuk memanfaatkan imajinasi pembaca dalam memberikan pesan yang ingin disampaikan. g. Histeron Proteron Histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau sesuatu yang wajar. Penggunaan gaya bahasa histeron proteron ini ditemukan pada puisi “Yang Fana Adalah Waktu”. Penggunaan gaya bahasa histeron proteron pada puisi “Yang Fana Adalah Waktu” terdapat pada penggalan puisi berikut. Data 16 Yang fana adalah waktu. Kita abadi Sapardi, 2018 35 Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 19 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaKutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa histeron proteron. Hal ini dapat dilihat pada kutipan “yang fana adalah waktu” dan “kita abadi” yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis. Pada kenyataanya, yang fana adalah “kita” dan “waktu” adalah abadi. Penulis puisi membuat terbalik dengan kenyataan yang ada untuk menambah kesan estetis dalam sebuah puisi. h. Pleonasme Pleonasme acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlakukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Penggunaan gaya bahasa pleonasme ini ditemukan pada puisi “Bunga 3”. Penggunaan gaya bahasa pleonasme pada puisi “Bunga 3” terdapat pada kutipan puisi berikut. Data 17 Lalu terdengar seperti gema “hai siapa gerangan yang Membawa pergi jasadku?” Sapardi, 2018 7 Kutipan tersebut menggunakan gaya bahasa pleonasme. Hal ini dapat dilihat dari kutipan “terdengar seperti gema” yang merupakan bentuk penggunaan kata-kata berlebihan. Kata yang yang berlebihan tersebut apabila dihilangkan, artinya tetap utuh. Dalam hal ini kata “terdengar” mengacu pada suara atau bunyi, begitu pula dengan “gema” mengacu pada suara atau bunyi. Dengan demikian, apabila kata “gema” dihilangkan, maka kutipan “lalu terdengar, “hai siapa gerangan yang membawa pergi jasadku?”” masih memiliki arti yang utuh. Penggunaan gaya bahasa tersebut dimaksudkan untuk memberikan efek ketertarikan pembaca atau pendengar terhadap puisi tersebut. i. Hiperbola Hiperbola adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata terlalu berlebihan dari fakta yang sebenarnya. Penggunaan gaya bahasa hiperbola ditemukan pada puisi “Puisi Cat Cair untuk Rizki” yang terdapat pada kutipan berikut. Data 18 “jangan brisik, mengganggu hujan!” Sapardi,2018 39 Kutipan puisi di atas, menunjukkan penggunaan gaya bahasa hiperbola. Hal ini dapat dilihat pada kutipan “jangan berbisik, mengganggu hujan” merupakan pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu. Pernyataan “jangan berbisik, mengganggu hujan” tidak dapat diterima oleh akal sehat karena, bentuk pernyataan tersebut digunakan hanya untuk menimbulkan efek yang mendalam terhadap sebuah puisi. Penggunaan gaya bahasa hiperbola ditemukan pada puisi “Pesan” yang terdapat pada kutipan berikut. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 20 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaData 19 bahwa memang kebetulan jantungku tertembus anak panahnya. Sapardi, 2018 73 Kutipan puisi di atas menumjukkan penggunaan gaya bahasa hiperbola pada larik “Bahwa memang kebetulan jantungku tertembus anak panahnya”, yang memiliki makna peristiwa yang mencekam dengan tertembus anak panah dijantungnya. Kalimat bahwa memang kebetulan jantungku tertembus anak panahnya memiliki kesan yang melebih-lebihkan yang terdapat pada data bahwa memang kebetulan jantungku tertembus anak panahnya. Pada dasarnya perkatan tersebut terlalu membesar-besarkan peristiwa yang terjadi pada saat itu. Analisis Gaya Bahasa Kiasan Adapun bentuk gaya bahasa retoris yang diperoleh dari hasil analisis kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono yaitu a. Persamaan atau Simile Persamaan atau simile adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang mempergunakan kata-kata pembanding bak, bagai, sebagai, semisal, seumpama, laksana sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding lain. Penggunaan gaya bahasa hiperbola ditemukan pada puisi “Kuterka Gerimis” terdapat pada kutipan berikut. Data seperti nanah yang meleleh dari ujung-ujung jarum jam dinding yang berhimpit ke atas itu seperti badai rintik-rintik yang di luar itu Sapardi, 2018 11 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa persamaan atau simile. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan “seperti nanah yang melelh dari ujung-ujung jarum jam dinding” dan “seperti badai rintik-rintik di luar itu” merupakan sesuatu yang disamakan oleh penulis yang sebenarnya tidak sama, tapi dianggap sama oleh penulis puisi tersebut. Persamaan itu dinyatakan dengan penggunaan kata “seperti” sebagai penanda gaya bahasa persamaan atau simile. Persamaan atau simile digunakan untuk menunjukkan suatu kesamaan antara kedua hal tersebut, yang sebenarnya tidak sama. b. Metafora Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan sesuatu dengan hal lain dan tidak menggunakan kata hubung atau kata pembanding. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 21 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaPenggunaan gaya bahasa metafora ditemukan pada puisi “Hatiku Selembar Daun” yang terdapat pada kutipan berikut. Data Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput Sapardi, 2018 67 Kutipan puisi di atas, menunjukkan penggunaan gaya bahasa metafora. Hal ini dapat dilihat pada kutipan “hatiku selembar daun” dimana dalam teks puisi tersebut bukan untuk menyatakan maksud “hatinya adalah selembar daun”, melainkan untuk menggambarkan bahwa “hatinya seperti sebuah daun yang mudah rapuh”. c. Personifikasi Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Penggunaan gaya bahasa personifikasi ditemukan pada puisi “Bunga, 1” terdapat pada kutipan berikut. Data Bahkan bunga rumput itu pun berdusta. Sapardi, 2018 3 Kutipan puisi di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa personifikasi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan “bahkan bunga rumput itu pun berdusta”. “Bunga rumput” dikiaskan oleh gaya bahasa personifikasi yang seolah-olah bunga layaknya manusia yang dapat berdusta. Padahal makna secara harfiah bunga adalah sebuah tumbuhan yang elok warnanya. Selain itu, personifikasi ditemukan pada data sebagai berikut. Data cuaca berdenyut ketika nampak sekawanan gagak terbang berputar-putar di atas padang itu; Sapardi, 2018 3 Kutipan puisi di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa personifikasi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan “cuaca berdenyut ketika nampak sekawanan gagak”. Dari kutipan tersebut menunjukkan bahwa “siang” seolah-olah berdenyut. Makna secara harfiah, Siang adalah bagian hari yang terang dari matahari terbit hingga matahari tenggelam. Siang mengiaskan berdenyut dengan seolah-olah hidup dalam denyutan nadi seperti layaknya manusia. Hal ini yang menunjukkan adanya bentuk gaya bahasa kiasan personifikasi yang mengiaskan Siang sebagai layaknya manusia yang memiliki nadi untuk berdenyut layaknya manusia hidup. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 22 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaKesimpulan Terdapat sembilan gaya bahasa retoris dalam kumpulan buku puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul Perahu Kertas, yaitu aliterasi, asonansi, anastrof, asindeton, polisendeton, ellipsis, histeron proteron, pleonasme, dan hiperbola, tidak hanya itu gaya bahasa kiasan juga ditemukan dalam buku ini. Ada ada tiga gaya bahasa kiasan diantaranya yaitu persamaan atau simile, metafora, personifikasi. Masing-masing dari gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan memiliki kutipan masing-masing dan dari seluruh penemuan ini dapat disimpulkan bahwa buku puisi ini didominasi oleh gaya bahasa retoris, karena terdapat sembilan jenis, sedangkan gaya bahasa kiasan hanya ditunjukkan dalam tiga jenis. Dari sembilan jenis gaya bahasa retoris aliterasi dan asonansi adalah yang paling banyak muncul yaitu masing-masing empat kalimat. Ucapan Terima Kasih opsional Penulis menyadari bahwa dalam penulisan artikel ini masih sangat jauh dari kesempurnaan baik dari segi penyusunan bahasa maupun dari segi isinya. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritikan atau saran yang bersifat membangun. Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Efarina yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Bapak dan Ibu yang telah sabar dan penuh kasih sayang mendidik, dan mendoakan dengan keikhlasan hati, memberikan semangat, dan mendampingi dalam menggapai cita-cita, juga keluarga dan semua pihak yang tidak mungkin disebutkan disebutkan satu per satu yang telah membantu menyelesaikan artikel ini. Referensi Agustina, Fitria, dkk. 2018. Analisi Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada Kumpulan Cerpen Karya Mariyadi. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. FKIP. Untan. Pontianak. Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung Sinar Baru Algesindo. Damono, Sapardi Djoko. 1983. Perahu Kertas. Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama. Jabrohim, dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif Puisi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Meleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja Rosdakarya. Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta Gajah Mada University Press. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humanira Pada Umumnya. Pustaka Pelajar Yogyakarta. Sayuti, Suminto A. 2002. Berkenalan dengan Puisi. Salatiga Widya Sari Press. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 23 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaSusiati, S. 2020. Gaya Bahasa Secara Umum Dan Gaya Bahasa Pembungkus Pikiran. Univ. Iqra Buru, Maluku Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung Angkasa. Windusari, Tri. 2014. Gaya Bahasa Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Pertama. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta Pustaka. ... This is because the language of poetry experiences deviations that are deliberately carried out by the author to create the aesthetics of poetry Ariana, 2016. The writer chooses the anthology of the poetry Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono as the object of this study because this poem describes human life that actually has passed or will pass but has not been given careful attention by humans Saragih et al., 2021. ...This study aims to describe the form and function of figurative language in the poetry anthology Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono, describe the form and function of images used in the anthology of poetry Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono, and explain the relationship of figurative language with images in the poetry anthology Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono. The analytical method used is descriptive semiotic analysis through heuristics and hermeneutic reading to uncover stylistic aspects and comparative analysis to explain the relationship between form and function of figurative language and imagery in the anthology of the poetry Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono. The results of the research based on data analysis revealed that the figurative language found is dominated by a limited number of figures of speech and idioms. It was found that the function of figure of speech was to create aesthetic effects and compare meaning. Also, the image data was found to be dominated by motion images with the function of reinforcing meaning to form imagery for the reader. The results also showed that there was a relationship between figurative language forms and imagery in the anthology of Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono.... Sastra dan bahasa juga diteliti sekaligus seperti penelitian yang menganalisis gaya bahasa kajian ilmu bahasa pada puisi kajian ilmu sastra Sinaga, 2022. Begitu juga keterampilan menulis dapat diteliti berdasarkan keterampilan menulis karya sastra . ...Nani SolihatiAde Hikmat Syarif HidayatullahIntegrasi Al-Islam Kemuhammadiyah AIK dalam kegiatan pembelajaran telah banyak dilakukan. Namun, integrasi AIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai bentuk integrasi AIK dalam pembelajaran Bahasa Indonesia serta bagaimana persepsi mahasiswa terhadap integrasi tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik observasi dan portofolio dengan melihat proses pembelajaran dan komponen pembelajaran. Untuk mengetahui respons mahasiswa terhadap temuan observasi dan portofolio tersebut, peneliti menyebarkan kuesioner kepada delapan mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi AIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan dalam aspek sikap dan pengetahuan. Mayoritas mahasiswa di setiap komponen kuesioner menjawab sangat setuju terhadap konsep-konsep Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada Kumpulan Cerpen Karya MariyadiFitria AgustinaAgustina, Fitria, dkk. 2018. Analisi Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada Kumpulan Cerpen Karya Mariyadi. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. FKIP. Untan. Apresiasi Karya SastraAminuddinAminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung Sinar Baru dan Gaya Bahasa. Jakarta. PT Gramedia Pustaka UtamaGorys KerafKeraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja RosdakaryaLexy J MeleongMeleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja A SayutiSayuti, Suminto A. 2002. Berkenalan dengan Puisi. Salatiga Widya Sari Press. Jurnal Bahasa & Sast ra IndonesiaGaya Bahasa Secara Umum Dan Gaya Bahasa Pembungkus PikiranS SusiatiSusiati, S. 2020. Gaya Bahasa Secara Umum Dan Gaya Bahasa Pembungkus Pikiran. Univ. Iqra Buru, MalukuHenry TariganGunturTarigan, Henry Guntur. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta Pustaka.
kumpulanpuisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono ini sudah mampu digunakan sebagai sumber belajar pada pembelajaran menulis puisi dan gaya bahasa di sekolah SMP. 2. Gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono memiliki implementasi terdahap pembelajaran menulis puisi siswa.
Biografi Singkat Sapardi Djoko Damono Puisi Sapardi Djoko Damono - Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono adalah seorang pujangga terkemuka asal Indonesia yang lahir di Surakarta pada tahun 20 Maret 1940. Beliau dikenal melalui karya sastra puisinya yang penuh makna kehidupan. Sehingga banyak puisinya terkenal dikalangan sastrawan maupun dikalangan umum. Sumber Google Images Nah, Bagi kalian yang sedang mencari puisi karya beliau. Saya sudah menyiapkan 31 kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono lengkap. Berikut dibawah ini adalah puisi lengkapnya. Baca Juga 150 Kumpulan Puisi Cinta Romantis, Sedih, Rindu, Galau Terbaik 76 Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar 41 Kumpulan Puisi Karya Rendra yang Melegenda 33 Kumpulan Puisi Karya Taufik Ismail yang Melegenda 43 Kumpulan Puisi Karya Emha Ainun Najib Cak Nun Puisi Ke 1 Kita Saksikan kita saksikan burung-burung lintas di udara kita saksikan awan-awan kecil di langit utara waktu itu cuaca pun senyap seketika sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya di antara hari buruk dan dunia maya kita pun kembali mengenalnya kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia Puisi Ke 2 Sajak Putih beribu saat dalam kenangan kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh kita dengar bumi yang tua dalam setia sewaktu bayang-bayang kita memanjang kita pun bisu tersekat dalam pesona sewaktu ia pun memanggil-manggil sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil Puisi Ke 3 Dua Sajak Dibawah Satu Nama darah tercecer di ladang itu. Siapa pula binatang korban kali ini, saudara? Lalu senyap pula. Berapa jaman telah menderita semenjak Ia pun mengusir kita dari Sana awan-awan kecil mengenalnya kembali, serunya telah terbantai Abel, darahnya merintih kepada Bapa aku pada pihakmu, saudara, pandang ke muka masih tajam bau darah itu. Kita ke dunia kalau Kau pun bernama Kesunyian, baiklah tengah hari kita bertemu kembali sehabis kubunuh anak itu. Di tengah ladang aku tinggal sendiri bertahan menghadapi Matahari dan Kau pun di sini. Pandanglah dua belah tanganku berlumur darah saudaraku sendiri pohon-pohon masih tegak, mereka pasti mengerti dendam manusia yang setia tetapi tersisih ke tepi benar. Telah kubunuh Abel, kepada siapa tertumpu sakit hati alam, dendam pertama kemanusiaan awan-awan di langit kan tetap berarak, angin senantiasa menggugurkan daunan segala atas namamu Kesunyian Puisi Ke 4 Kupandang Kelam yang Merapat ke Sisi Kita kupandang kelam yang merapat ke sisi kita siapa itu di sebelah sana, tanyamu tiba-tiba malam berkabut seketika Barangkali menjemputku barangkali berkabar penghujan itu kita terdiam saja di pintu. Menunggu atau ditunggu, tanpa janji terlebih dahulu kenalkah ia padamu, desakmu Kemudian sepi terbata-bata menghardik berulang kali bayang-bayang pun hampir sampai di sini. Jangan ucapkan selamat malam undurlah perlahan pastilah sudah gugur hujan di hulu sungai itu itulah Saat itu, bisikku kukecup ujung jarimu kau pun menatapku bunuhlah ia, suamiku Kutatap kelam itu bayang-bayang yang hampir lengkap mencapaiku lalu kukatakan mengapa Kau tegak di situ Puisi Ke 5 Gerimis Jatuh gerimis jatuh kaudengar suara di pintu bayang-bayang angin berdiri di depanmu tak usah kauucapkan apa-apa seribu kata menjelma malam, tak ada yang di sana tak usah kata membeku, detik meruncing di ujung Sepi itu waktu kaututup pintu. Belum teduh dukamu Puisi Ke 6 Lanskap sepasang burung, jalur-jalur kawat, langit semakin tua waktu hari hampir lengkap, menunggu senja putih, kita pun putih memandangnya setia Puisi Ke 7 Telor Ada sebutir telor tepat di tengah tempat tidurmu yang putih rapih, Kau, tentu saja, terkejut ketika pulang malam-malam dan melihatnya di situ. Barangkali itulah telor yang kadang hilang kadang nampak di tangan tukang sulap yang kautonton sore tadi. Barangkali telor itu sengaja ditaruh di situ oleh anak gadismu atau isterimu atau ibumu agar bisa tenteram tidurmu di dalamnya. Puisi Ke 8 Taman Jepang, Honolulu inikah ketentraman? Sebuah hutan kecil jalan setapak yang berbelit, matahari yang berteduh di bawah bunga-bunga, ricik air yang membuat setiap jawaban tertunda Puisi Ke 9 Percakapan Malam Hujan Hujan, yang mengenakan mantel, sepatu panjang, dan payung berdiri di samping tiang listrik. Katanya kepada lampu jalan, Tutup matamu dan tidurlah. Biar Kau hujan memang suka serba kelam serba gaib serba suara desah asalmu dari laut, langit, dan bumi kembalilah, jangan menggodaku tidur. Aku sahabat manusia. Ia suka terang Puisi Ke 10 Narsisus seperti juga aku namamu siapa, bukan? pandangmu hening di permukaan telaga dan rindumu dalam tetapi jangan saja kita bercinta jangan saja aku mencapaimu dan kau padaku menjelma atau tunggu sampai angin melepaskan selembar daun dan jatuh di telaga pandangmu berpendar, bukan? cemaskan aku kalau nanti air hening kembali cemaskan aku kalau gugur daun demi daun lagi Puisi Ke 11 Berjalan Ke Barat Waktu Pagi Hari waktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku di belakang aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan Puisi Ke 12 Dalam Kereta Bawah Tanah, Chicago Siapakah namamu? barangkali aku setengah tertidur waktu kautanyakan itu lagi. Bangku-bangku yang separo kosong, beberapa wajah yang seperti mata tombak, dan dari jendela siluet di atas dasar hitam. Aku pun tak pernah menjawabmu, bahkan ketika kautanyakan jam berapa saat kematianku, sebab kau toh tak pernah ada tatkala aku sepenuhnya terjaga. Baiklah, hari ini kita namakan saja ia ketakutan, atau apa sajalah. Di saat lain barangkali ia menjadi milik seorang pahlawan, atau seorang budak, atau pak guru yang mengajar anak-anak bernyanyi tetapi manakah yang lebih deras denyutnya, jantung manusia atau arloji yang biasa menghitung nafas kita, ketika seorang membayangkan sepucuk pestol teracu ke arahnya? Atau tak usah saja kita namakan apa-apa kau pun sibuk mengulang-ulang per- tanyaan yang itu-itu juga, sementara aku hanya separo ter- jaga. Puisi Ke 13 Mata Pisau mata pisau itu tak berkejap menatapmu kau yang baru saja mengasahnya berfikir ia tajam untuk mengiris apel yang tersedia di atas meja ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu. Puisi Ke 14 Ketika Berhenti Disini ketika berhenti di sini ia mengerti ada yang telah musnah. Beberapa patah kata yang segera dijemput angin begitu diucapkan, dan tak sampai ke siapa pun Puisi Ke 15 Hujan Dalam Komposisi, 1 Apakah yang kautangkap dari swara hujan, dari daun-daun bugenvil basah yang teratur mengetuk jendela? Apakah yang kautangkap dari bau tanah, dari ricik air Ia membayangkan hubungan gaib antara tanah dan hujan, membayangkan rahasia daun basah serta ketukan yang berulang. Tidak ada. Kecuali bayang-bayangmu sendiri yang di balik pintu memimpikan ketukan itu, memimpikan sapa pinggir hujan, memimpikan bisik yang membersit dari titik air menggelincir dari daun dekat jendela itu. Atau memimpikan semacam suku kata yang akan mengantarmu tidur Barangkali sudah terlalu sering ia mendengarnya, dan tak lagi mengenalnya. Puisi Ke 16 Hujan Dalam Komposisi, 2 Apakah yang kita harapkan dari hujan? Mula-mula ia di udara tinggi, ringan dan bebas lalu mengkristal dalam dingin kemudian melayang jatuh ketika tercium bau bumi dan menimpa pohon jambu itu, tergelincir dari daun-daun, melenting di atas genting, tumpah di pekarangan rumah, dan kembali ke bumi. Apakah yang kita harapkan? Hujan juga jatuh di jalan yang panjang, menyusurnya, dan terge- lincir masuk selokan kecil, mericik swaranya, menyusur selokan, terus mericik sejak sore, mericik juga di malam gelap ini, bercakap Apakah? Mungkin ada juga hujan yang jatuh di Puisi Ke 17 Hujan Dalam Komposisi, 3 dan tik-tok jam itu kita indera kembali akhirnya Puisi Ke 18 Pohon Belimbing Sore ini kita berpapasan dengan pohon belimbing wuluh yang kita tanam di halaman rumah kita beberapa tahun yang lalu, ia sedang berjalan-jalan sendirian di trotoar. Jangan kausapa, nanti ia bangun dari tidurnya. Kau pernah bilang ia tidak begitu nyaman sebenarnya di pekarangan kita yang tak terurus dengan baik, juga karena konon ia tidak disukai rumput di sekitarnya yang bosan menerima buahnya berjatuhan dan membusuk karena kau jarang memetiknya. Kau, kan, yang tak suka sayur asem? Aku paham, cinta kita telah kausayur selama ini tanpa belimbing wuluh Demi kamu, tau! Yang tak bisa kupahami adalah kenapa kau melarangku menyapa pohon itu ketika ia berpapasan dengan kita di jalan. Yang tak akan mungkin bisa kupahami adalah kenapa kau tega membiarkan pohon belimbing wuluh itu berjalan dalam tidur? Kau, kan, yang pernah bilang bahwa pohon itu akan jadi Puisi Ke 19 Tentang Tuhan Pada pagi hari Tuhan tidak pernah seperti terkejut dan bersabda, Hari baru lagi! Ia senantiasa berkeliling merawat segenap ciptaan-Nya dengan sangat cermat dan hati-hati tanpa Ia, seperti yang pernah kaukatakan, tidak seperti kita Tuhan merawat segala yang kita kenal dan juga yang tidak kita kenal dan juga yang tidak akan pernah bisa kita kenal. Puisi Ke 20 Sonet, Entah Sejak Kapan Entah sejak kapan kita suka gugup Di antara frasa-frasa pongah Di kain rentang yang berlubang-lubang Sepanjang jalan raya itu kita berhimpitan Di antara kata-kata kasar yang desak-mendesak Di kain rentang yang ditiup angin, Yang diikat di antara batang pohon Dan tiang listrik itu kita tergencet di sela-sela Huruf-huruf kaku yang tindih-menindih Di kain rentang yang berjuntai di perempatan jalan Yang tanpa lampu lalu-lintas itu. Telah sejak lama Rupanya kita suka membayangkan diri kita Menjelma kain rentang koyak-moyak itu, sebisanya Bertahan terhadap hujan, angin, panas, dan dingin Puisi Ke 21 Puisi Cat Air Untuk Rizki angin berbisik kepada daun jatuh yang tersangkut kabel telpon itu, aku rindu, aku ingin mempermainkanmu! kabel telpon memperingatkan angin yang sedang memungut daun itu dengan jari-jarinya gemas, jangan berisik, mengganggu . hujan meludah di ujung gang lalu menatap angin dengan tajam, hardiknya, lepaskan daun itu! Puisi Ke 22 Sonet 4 Hidup terasa benar-benar tak mau redup ketika sudah kaudengar pesan suatu hari semua bunyi rapat tertutup. Penyanyi itu tuli. Suaranya terdengar perlahan. Tapi bukankah masih ada langit yang tak pernah tertutup pelupuknya, yang menerima segala yang terbersit bahkan dari mulut si tuli dan si buta? Penyanyi itu buta? Kau tampak gemetar kita pun diam-diam mendengarkannya, Cinta terasa baru benar-benar membakar ketika pesa kaudengar padamkan nyalanya! Kita pun menyanyi selepas-lepasnya, sepasang kekasih yang tuli dan buta. Puisi Ke 23 Sonet 6 Sampai hari tidak berapi? Ya, sampai angin pagi mengkristal lalu berhamburan dari batang pohon ranggas. Sampai suara tak terdengar berdebum lagi? Ya, tak begitu perlu lagi memejamkan mata, bergegas memohon diselamatkan dari haru biru yang meragi dalam sumsumku tak pantas lagi menggeser-geser sedikit demi sedikit bangkai waktu agar tak menjadi bagian dari aroma waktu kini. Sampai yang pernah bergerit di kasur tak lagi menempel di langit-langit kepalaku? Sampai kedua bola matamu kabur, sayapmu lepas, dan kau melesat ke Ruh itu. Ruh? Ya! Sampai kau sepenuhnya telanjang dan tahu api tubuhmu tinggal bayang-bayang. Puisi Ke 24 Sonet 14 Kaudengar gumam jalan ini, benar? Ya, ia ingin kita selamanya melewatinya, seolah ada yang bisa abadi. Kau tertawa, tentu saja. Kusentuh tanganmu yang dingin ketika jalan itu mulai terdengar menggumam lagi. Setiap berhenti sejenak untuk membenarkan letak sepatu kau bertanya, Kau dengar gumam jalan ini? Ia sudah tua, didendangkannya hujan yang suka membuka payung biru, disenandungkannya kemarau yang suka berselimut udara malam-malam, digumamkannya matahari yang melumurkan lumut sekujur tubuh pohon teduh itu. Kau dengar itu? Jalan ini mengalir hanya kita yang tahu sangat pelahan mengelilingi sebuah tanah lapang. Hanya kita yang tahu bahwa ia ingin kita melewatinya, sepanjang waktu? Tetapi, apakah kita pernah yakin ada cinta yang bersikeras abadi? Puisi Ke 25 Sudah Lama Aku Belajar sudah lama aku belajar memahami apa pun yang terdengar di sekitarku, sudah lama belajar menghayati apa pun yang terlihat di sekelilingku, sudah lama belajar menerima tanpa pernah bertanya apa ini apa itu, sudah sangat lama belajar mengagumi matahai ketika tenggelam di tepi danau belakang rumahku, sudah sangat lama belajar bertanya mengapa kau selalu memandangku begitu. masuk, dan menutupnya kembali. Kalau pada suatu hari nanti tak tahu apa aku masih sempat mendengarnya. Puisi Ke 26 Kenangan ia meletakkan kenangannya di laci meja dan menguncinya memasukkan anak kunci ke saku celana sebelum berangkat ke sebuah kota yang sudah sangat lama hapus dari peta yang pernah digambarnya pada suatu musim layang-layang di laci yang rapat terkunci ia telah meletakkan hidupnya Puisi Ke 27 Tukang Kebun Setelah beberapa kali ketukan, pintu kubuka rupanya ada tamu yang, katanya, menjemputku sore hari ini Apakah aku sudah pernah mengenalnya? Waktu kutanyakan pergi ke mana, jawabnya ringkas, Ke sana, ke samudra raya! Ditunjukkannya pula rajah di lengannya gambar jangkar, tengkorak, dan kata tak terbaca. Aku ini tukang kebun tua yang lahir dan dibesarkan di pedalaman, sepanjang hidup hanya belajar menghayati rumput, pohon, dan tanah basah, mengurus pagar dan membersihkan rumah. Aku tak mampu apa dan bagaimana lagi. Pandanganku tinggal sejengkal, dan telingaku? Suaraku sendiri pun tak dikenal. Tamu itu membelalak ketika kupersilahkan duduk. Tuhan, aku takut. Tolong tanyakan padanya siapa gerangan yang telah mengutusnya. Puisi Ke 28 Pada Suatu Magrib Susah benar menyeberang jalan di Jakarta ini hari hampir magrib, hujan membuat segalanya tak tertib. Dan dalam usia yang hampir enam puluh ini, Astagfirullah! Rasanya di mana-mana ajal mengintip Puisi Ke 29 Tentu. Kau Boleh Tentu. Kau boleh saja masuk di sela-sela butir darahku. Tak hanya ketika rumahku sepi, angin hanya menyentuh gorden, laba-laba menganyam jaring, terdengar tetes air keran sama sekali tak ada orang Tapi juga ketika turun hujan, angin tempias lewat lubang angin, selokan ribut dan meluap ke pekarangan, genting bocor dan aku capek menggulung kasur dan mengepel lantai. Tentu. Kau boleh mengalir di sela-sela butir darahku, keluar masuk dinding-dinding jantungku, menyapa setiap sel tubuhku. Tetapi jangan sekali-kali pura-pura bertanya kapan boleh pergi sajak ini, Kau-lah yang harus Puisi Ke 30 Pertanyaan Kerikil Yang Goblok Kenapa aku berada di sini? tanya kerikil yang goblok itu. Ia baru saja dilontarkan dari ketapel seorang anak lelaki, merontokkan beberapa lembar daun mangga, menyerempet ujung ekor balam yang terperanjat, dan sejenak membuat lengkungan yang indah di udara, lalu jatuh di jalan raya tepat ketika ada truk lewat di sana. Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban dan malah bertanya kenapa ada saatnya nanti, entah kapan dan di mana, ia dicungkil oleh si kenek sambil berkata, Puisi Ke 31 Ayat-Ayat Tokyo angin memahatkan tiga patah kata ada yang diam-diam membacanya ada kuntum melayang jatuh air tergelincir dari payung itu kita pandang daun bermunculan kita pandang bunga berguguran kemarin tak berpangkal, besok tak berujung angin menyambar bunga gugur itu menghirup langit dalam-dalam Sumber Penyair Terkenal
Author: Sapardi Djoko Damono language : id Publisher: Release Date : 2004. Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan written by Sapardi Djoko Damono and has been published by this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2004 with Indonesian literature categories. Language Nation And Development In
0% found this document useful 0 votes52 views9 pagesCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsTXT, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes52 views9 pagesKumpulan Puisi Sapadi Djoko DamonoJump to Page You are on page 1of 9 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 8 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
KumpulanPuisi Ayat-Ayat Api Karya Sapardi Djoko Damono. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Widya Dharma Klaten. Pembimbing I Dra. Hj. Indiyah Prana A., M.Hum, Pembimbing II Drs. Erry Pranawa, M.Hum, Puisi merupakan karya sastra yang bersifat ambigu.
0% found this document useful 0 votes758 views6 pagesDescriptionKumpulan Puisi Karya Sapardi Djoko DamonoCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsPDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes758 views6 pagesKumpulan Puisi Karya Sapardi Djoko DamonoJump to Page You are on page 1of 6 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
. a2ovpaz63o.pages.dev/286a2ovpaz63o.pages.dev/143a2ovpaz63o.pages.dev/666a2ovpaz63o.pages.dev/64a2ovpaz63o.pages.dev/645a2ovpaz63o.pages.dev/377a2ovpaz63o.pages.dev/257a2ovpaz63o.pages.dev/881a2ovpaz63o.pages.dev/52a2ovpaz63o.pages.dev/179a2ovpaz63o.pages.dev/64a2ovpaz63o.pages.dev/229a2ovpaz63o.pages.dev/956a2ovpaz63o.pages.dev/551a2ovpaz63o.pages.dev/985
kumpulan puisi sapardi djoko damono pdf